Lihat ke Halaman Asli

Mita

Kerja dari rumah.

FPI Takut Pada Irshad Manji

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DSC03480-AB-450

Ini postingan lama dari blog pribadi, ditulis tahun 2009 tentang Irshad Manji. Menulis ini setelah membaca bukunya 'Beriman Tanpa Rasa Takut'. Setelah membaca buku ini mengidolakan Irshad Manji sebagai seseorang yang religius dan pemberani dengan pemikiran-pemikiran dan tindakannya yang berani mendobrak tradisi Islam konvensional. Tadi malam acaranya di Salihara Jakarta ketika mendiskusikan buku barunya yang berjudul 'Allah, Kebebasan dan Cinta' dihentikan paksa oleh kelompok FPI, FBR dan Forkabi yang memaksa masuk karena beliau diduga menyebarkan faham lesbiansme dan gay - yang tuduhan ini cukup menggelikan - dan beliau dikawal keluar oleh polisi. Kejadian ini semakin membuka mata bahwa polisi di Jakarta (dan Indonesia) adalah badan yang sangat lemah, tidak independen dan tidak bisa melakukan tugasnya untuk memberi rasa aman dan pengayoman bagi warganya. Semua orang bebas merangsek ke dalam rumah orang lain, semua orang bebas untuk menteror orang lain karena berbeda pendapat. Cukup menyedihkan melihat masyarakat yang sangat religius ini dalam bertindak. Barangkali bisa ditanyakan pada para pemimpin organisasi yang sangat alim itu, apakah ini yang akan dilakukan oleh nabi Muhammad jika beliau hidup di Jakarta sekarang?

Ibu Manji dalam kunjungan sebelumnya di Indonesia pic dari flickr ----------------- Irshad Manji, penulis ‘Beriman tanpa rasa takut’ mempertanyakan adakah kebodohan, kemiskinan dan kekerasan yang melingkupi Islam, adalah kesalahan umat Islam sendiri, berlawanan dengan keyakinan muslim sekarang bahwa itu adalah kesalahan barat - kolonialisme atau kesalahan Yahudi. Dia menyarankan umat Islam untuk introspeksi, bercermin melihat diri sendiri sebelum menunjuk orang lain bertanggungjawab atas permasalahan mereka. Seorang rekan mengatakan bahwa di pengajiannya perkataan uztadnya adalah sama dengan yang dikatakan nabi, karena itu dijamin benar, karena mereka mengulang apa yang pernah dikatakan kepada mereka terus dari generasi sebelumnya, dari nabi. Taklid, katanya. Manji mempertanyakan, untuk apa punya 30.000 buku kalau semua isinya sama? Memang Manji sangat pro barat, hal yang mudah difahami karena dia meyakini hanya dengan pendidikan barat dia bisa mempunyai opini seperti sekarang. Pendidikan yang memungkinkan sesseorang untuk berusaha melihat hal-hal dengan lebih obyektif dan adil, tidak melulu melalui pemikiran picik, pemarah yang selalu menyalahkan orang lain, seperti pendidikan madrasah yang dia tinggalkan. Muslim Indonesia bisa belajar dari hal ini. Muslim Indonesia harusnya bisa berusaha untuk membuka diri dan melakukan introspeksi, untuk tidak cepat marah dan tersinggung, menerima humor dan kritikan, mulai menggunakan otaknya, daripada meyakini semua yang berasal dari Arab adalah benar. Obsesi muslim untuk terus menerus melihat ke masa lalu, ketakutan untuk menggunakan akal untuk berpikir, ketakutan untuk berijtihad, telah membekukan otak muslim diseluruh dunia, yang menghindarkan mereka dari pencerahan-pencerahan yang bisa didapat dengan terus menerus bertanya, mengolah otak yang telah dianugerahkan Allah agar tercapai pemikiran-pemikiran baru yang dapat menaklukan dunia karena kekaguman mereka pada pemikiran muslim, bukan dari ketakutan mereka akan fanatisme buta para pembom bunuh diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline