Peranggi koplak!
Peranggi koplak!
Maunya Maluku,
dapatnya Malaka.
Peranggi koplak!
Peranggi koplak!
Senyuman terbit di wajah Sakti kala mendengar dendangan itu. Kabar jatuhnya Malaka ke tangan Peranggi begitu menggemparkan, menjadi perbincangan di mana-mana, sampai-sampai memapar bocah-bocah yang tidak tahu perkara. Ya, bocah-bocah tak tahu perkara. Keluguan merekalah yang membangkitkan senyum di bibir Sakti. Senyum yang berasa tawar.
"Sama sekali tidak koplak, Nak," Sakti membatin muram. "Sama sekali...."
Langkah dan keberhasilan Peranggi mengusai Malaka adalah siasat yang sangat cemerlang. Bisa dibilang mereka telah separuh jalan menguasai Nusantara, menggenggam separuh kejayaannya.
Benar bahwasanya kekayaan dan kejayaan Nusantara perpangkal pada perdagangan rempah-rempah. Kepulauan Maluku yang merupakan satu-satunya[] tempat di muka bumi ini yang menumbuhkan pala dan cengkeh---salah dua barang dagang utama dalam perdagangan dunia---menjadi tempat yang paling berharga. Letaknya dicari-cari sejak zaman kuno, juga dijaga ketat dan bahkan dirahasiakan oleh siapa pun yang menjadi penguasanya.
Namun, yang namanya perdagangan membutuhkan jalan. Keduanya tidak bisa dipisahkan, ibarat dua sisi kepeng, sama pentingnya. Jika wilayah timur Nusantara menjadi berharga karena rempah-rempahnya, maka wilayah barat Nusantara menjadi penting karena menjadi gerbang yang mengantarkan barang-barang itu ke Atas Angin, ke seluruh penjuru dunia. Menguasai salah satunya saja sudah menjadi jaminan akan datangnya kejayaan. Riwayat Kedatuan Sriwijaya menjadi bukti nyatanya.
Negeri bercorak Melayu yang berpusat di Sumatra itu mencapai puncak kejayaannya setelah menguasai Ujung Medini[] dan mendapatkan kendali mutlak atas Selat Malaka, juga Selat Karimata dan perairan lain di sekitarnya. Jajak-jejak kebesarannya bahkan masih terasa sampai sekarang, karena memang, sedikit banyak, memberi pengaruh akan perubahan wajah kawasan menjadi seperti sekarang.
Di masa sebelum kekuatan Sriwijaya hadir, perairan Selat Malaka dan Selat Karimata bukanlah jalur pilihan para saudagar. Perairan kedua selat ini sangat rawan, penuh perompak yang berkeliaran. Kala itu, rempah-rempah dari Maluku bisa sampai ke Atas Angin melalui jalur lain. Jalur yang sudah ada sejak zaman yang tidak lagi bisa dibilang.
Ada dua jalur. Pertama, melalui Selat Sunda melantas pesisir barat Pulau Sumatra. Di sana ada Barus, negeri bandar yang menjadi titik tolak para pelaut Nusantara dalam menjajakan rempah-rempah hingga sampai ke Atas Angin sebelah barat. Meski menghadap langsung ke samudra yang mahaluas, negeri bandar ini termasuk yang paling awal terhubung dengan negeri-negeri di India, Parsi[], Mesir, juga Malagasi di sisi lain lautan. Sejak zaman kuno, para pelaut Nusantara yang telah mengakrabi ombak dan angin samudralah yang menghubungkannya.
Jalur yang kedua melalui sebelah timur dan utara Pulau Kalimantan, yaitu melalui Selat Makassar dan Laut Sulu. Di sini, yang tampil sebagai jantung perdagangannya adalah Kutai.