Saya termenung dengan kata-kata John F. Kennedy dalam sebuah pidato kenegaraannya sebagai presiden AS ke-35, 20 Januari 1961: "Jangan tanyakan apa yang Negara dapat perbuat untuk Anda, tetapi tanyakanlah apa yang dapat Anda perbuat untuk Negara!"
Saya merasa sangat kerdil dan merasa bagaikan butiran pasir di laut, yang tak berarti apa-apa dalam hal sumbangsih pada bangsa dan negara jika dibandingkan dengan para pahlawan yang telah gugur membela bangsa ini.
Para pahlawan bangsa telah mengorbankan segalanya, harta, jiwa, raga dan bahkan nyawanya demi meraih kemerdekaan Indonesia. Saya merasa belum apa-apa. Masih jauh dari harapan. Sementara, negara telah menanti sumbangsih tenaga, pikiran dan kreatifitas anak-anak negeri, termasuk saya.
Saya merinding ketika membayangkan bagaimana para pahlawan saat berjuang melawan penjajahan. Semangat pekik kemerdekaan tetap menggema dari mulut-mulut dahaga para pahlawan bangsa, namun nyawanya seolah berada diujung senjata. Sementara itu di rumah, keluarga, anak dan istrinya dengan sabar menanti kehadirannya. Bahkan banyak yang gugur di medan laga, mengorbankan nyawa dan pulang hanya tinggal nama.
Melalui ajang Kompasiana17an ini, saya ingin berbagi kepada khalayak bahwa sekecil apapun yang telah kita perbuat, termasuk saya, itu adalah sebuah bentuk partisipasi yang sangat berarti demi terwujudnya bangsa dan negara Indonesia yang maju, berdaulat, adil dan makmur.
Beberapa waktu lalu, saya sangat prihatin melihat kondisi salah satu pelosok dusun di sebuah desa di Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Untuk menjangkaunya saja saya harus berjalan kaki menuruni lereng-lereng terjal. Sungguh ironis, di tengah kemajuan teknologi, Dusun tersebut belum juga teraliri listrik. Lalu bagaimana anak-anak dapat belajar...???
Saya ditugaskan oleh pimpinan untuk membuat sebuah proposal tentang bagaimana memecahkan persoalan ini. Dengan dilengkapi data-data yang ada, kami kirimkan proposal tersebut ke pemerintah pusat. Dan kami bersyukur karena mendapatkan respon dan akan mendapatkan bantuan berupa listrik tenaga surya.
Memang umumnya pemanfaatan energi matahari melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya cukup tepat digunakan pada daerah pedesaan dengan skala kecil yakni menggunakan Solar Home System (SHS).Solar Home Systemadalah pembangkit listrik skala kecil yang dipasang secara desentralisasi (satu rumah satu pembangkit). Listrik harian yang dihasilkannya berkisar antara 150-300 Wp.
Saya sangat bersyukur karena dapat membantu warga dusun terpencil yang semula gelap gulita ketika malam tiba, akhirnya bisa setara dengan penduduk desa lainnya. Bagaimanapun juga listrik sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok di jaman modern sekarang ini.
Anak-anak yang semula kesulitan belajar di malam hari, mereka sudah dapat belajar. Para orang tua yang ketika malam tiba sulit mengerjakan apa-apa, akhirnya bisa mengerjakan sesuatu untuk dapat menambah pendapatan mereka. Mereka kemudian membentuk sebuah paguyuban yang beranggotakan warga dusun setempat yang bersifat sosial terkait dengan adanya bantuan PLTS tersebut, sehingga dapat menopang pembiayaan-pembiayaan untuk perawatan dan lain sebagainya. Wajah-wajah ceria terpancar, mereka sangat bahagia. Saya sangat bangga dan terharu.
Beberapa waktu kemudian, saya abadikan kisah saya terkait dengan pemanfaatan energi terbarukan dalam rangka mengatasi permasalahan listrik untuk daerah-daerah pelosok tanah air. Saya tulis sebuah karya tentang hal ini di media masa, baik majalah ataupun koran. Salah satu judul yang mengantarkan saya meraih sebuah penghargaan dari pemerintah (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) yaitu berjudul " Memilih Energi Matahari Sebagai Solusi". Ya, energi matahari dapat dijadikan salah satu solusi dalam rangka mengatasi permasalahan di daerah-daerah terpencil yang belum terjamah elektrifikasi.