Lihat ke Halaman Asli

Anjani Eki

Penikmat Fiksi

Pukul Tiga Pagi Itu

Diperbarui: 9 Agustus 2017   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : kenyan-post.com

Tangan kiri gadis itu diperban. Polisi menggeledah rumahnya. Pegangan tangga yang patah tergeletak dekat lemari buku. Bercak darahnya sebulan yang lalu menghitam di lantai. Tetesan air menggema dalam rumah.

Polisi tidak menemukan kejanggalan. Namun Raya menjual rumah itu dan pindah ke apartemen.

Apartemen itu hanya punya empat ruang. Ruang tengah dan dapur bersisian. Pintu dan dua jendela besar menghadap balkon. Raya menata ratusan buku di ruang tengah. Hingga mengantuk dan tertidur di sofa.

Pukul tiga dini hari, jendela yang membentur dinding membangunkan gadis itu. Dia menutupnya dan segera masuk kamar. Sekelebat bayangan menuju dapur.

Selembar kertas terselip di pintu. Dia menemukan ketika hendak mencari sarapan. Kertasnya menguning tanpa nama pengirim.

Merah itu tak lagi sama

Waktu enggan bergerak

Benci berdetak

Menghitam

Aku adalah kamu

Mungkin taipan itu yang mengirim teror. Gadis itu bersumpah sebagai jurnalis harus menulis fakta. Dia mengunci pintu dan mencari sarapan. Beruntung ada tamu lain menuju lift. Langkah kaki persis di belakangnya. Sebelum masuk lift dia ingin menyapa tamu itu. Tidak seorang pun di koridor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline