Perawat setengah berlari membawa tabung oksigen. Dokter Mei berlari di belakangnya sambil menelepon sopir ambulans. Di depan ruangan Pram, rekan kerjanya berdatangan. Pram dibawa ke rumah sakit. Lelaki itu berada di atas bed, tidak sadarkan diri.
Gadis itu duduk di samping Pram. Mengamati parcel yang dikirim ke kamarnya. "Untuk Dokter Pramana Dito, semoga lekas sembuh." Dipandangi wajah yang dikagumi banyak perempuan itu.
Kalau bukan karena bujukan Dokter Mei, gadis itu tidak sudi menjaga Pram. Dokter Mei menyarankan untuk mengajak Pram mengobrol agar lelaki itu cepat sadar.
Mungkin karena omelan gadis itu Pram kembali ke dunia. Matanya terbuka dan menatap gadis itu. Bukan senyuman yang didapat. Gadis itu melotot dan wajahnya mendekat.
"Dokter nyenyak banget tidurnya!"
Pram tersenyum tipis.
"Maaf." Ucapnya lirih.
Pram yang baru bangun dari tidurnya tersipu melihat gadisnya itu. Seperti rencananya gadis itu pasti merawatnya. Walaupun sikapnya berubah menjadi galak. Tak apalah pikir Pram. Yang paling penting, setia.
Lelaki itu senyum-senyum melihat gadisnya merapikan ruangan dan menyiapkan makanan.
"Kamu kelihatan beda." Gadis itu hanya melengos. Mengambil piring. Gadis itu maklum, mata pasien yang baru sadar memang tidak tajam. Mungkin masih samar.
Gadis itu meletakkan meja kecil di beddan mengantarkan nampan berisi makanan. Dia kembali duduk di samping Pram. Mengupas apel dan memakannya dengan jengkel.