Lihat ke Halaman Asli

ANATA

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam di laptop saya telah menunjukkan pukul sembilan malam, namun rasa kantuk yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Sudah bosan bolak-balik refresh laman twitter, iseng saya lihat folder bernama youtube video di laptop saya yang berisi macam-macam video hasil download dari youtube. Anata. Tiba-tiba mata saya tertuju pada nama video itu. Pikiran saya menerawang ke satu malam, sekitar dua bulan yang lalu.


Bagaikan mimpi, malam ini akhirnya datang juga. Andai saja saya bisa memberhentikan waktu, saya tidak ingin beranjak dari malam ini, bersamamu. Lihat, idola kita beberapa tahun yang lalu akhirnya ada di depan mata kita! Ya, aku tahu malam ini pasti jadi malam paling indah buat kamu. Di bawah hujan rintik-rintik, mereka membawakan lagu anata dengan sangat indah. Lagu yang sebelum malam ini sama sekali tidak berkesan untuk saya, namun berubah seketika saat itu juga.


Saya sudah melupakannya. Mungkin itu kebohongan terbesar yang pernah saya katakan. Tidak, saya benar-benar sudah melupakannya. Melupakan kalau kita tidak mungkin bisa bersama. Maunya saya, hati kecil saya ikut membenarkannya.


♬ Mune ni itsu no himi mo kagayaku… anata ga iru kara. Namida kare hatete mo taisetsu na… anata ga iru kara. ♬


Sial! Kenapa masih menyimpan video ini, sih. Bentak saya dalam hati, menyalahkan diri sendiri. Menit demi menit, saya bisa lihat bayangannya malam itu, melintas bersamaan dengan diputarnya lagu ini. Saya sudah melupakannya, batin saya. Semakin sering pikiran saya menyatakannya, semakin keras hati saya menentangnya. Kamu tidak akan bisa membohongi perasaanmu sendiri, kata sang hati kepada si otak.


Setiap menit dari rekaman konser tsb, mengingatkanmu kepada dirinya. Setiap penolakanmu terhadapnya, membawa luka baru yang tak akan pernah bisa hilang, walaupun telah dibantu oleh sang waktu. Kenapa harus sembunyi? Kenapa harus lari dari kenyataan kalau sebenarnya kamu tidak bisa? Kenapa harus berbohong jika kebenaran lah yang akhirnya akan menang? Banyak sekali pertanyaan kenapa yang ditanyakan sang hati, yang tidak akan pernah bisa dijawab oleh si otak.


Saya memang kejam. Kejam terhadap diri sendiri dengan tidak pernah mengijinkan sang hati berbicara. Namun apa daya, inilah yang saya dapat lakukan. Saya harus kejam terhadap diri sendiri kalau tidak mau ada masalah diantara saya dan dia. Saya harus bisa menepiskan bisikan sang hati agar persahabatan saya dan dia tetap bisa terjaga. Namun, sampai kapankah hal ini akan terjadi? Sampai kapan saya harus mengecewakan sang hati yang lama kelamaan sudah mati rasa karena keegoisan saya ini? Mungkin sampai nanti, sampai saya dan dia sudah tak lagi bersahabat. Sampai saya dan dia sudah terikat dalam satu ikatan suci pernikahan. Sampai saya dan dia sudah tidak berada di dunia yang sama lagi, di dunia kami yang fana.


Sebelum kamu pergi, tolong bantu aku, untuk bisa meyakinkan sang hati kalau aku sudah benar-benar melupakanmu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline