Ya, gaya hidup.
Toleransi sebagai gaya hidup, kenapa tidak?
Hari-hari ini mendengar dan melihat banyak berita tentang Ibadah-ibadah yang terganggu, pada akhirnya harus berhenti atau diberhentikan.
Ah... jadi sedih melihatnya
Padahal apa yang kurang dari pendidikan di Indonesia ini?
Sejak Usia Dini nilai-nilai toleransi ini sudah ditanamkan, saya pribadi sangat bersyukur karena telah 'diajar' demikian.
Masa kecil saya, remaja hingga menyelesaikan Sekolah Menengah Atas sungguh menyenangkan. Dalam ingatan saya tidak pernah ada hal-hal negatif tentang perbedaan kepercayaan. Sejak kelas 4 SD dan sudah dapat ikut dalam kelompok Paduan Suara saya bersama teman-teman yang Muslim aktif mengikuti kegiatan ini untuk mengisi di acara 'Sambut Baru' (kebetulan saya berada di Sekolah Yayasan Katolik hingga menyelesaikan SMU). Kami diberikan pilihan untuk memilih; mau terlibat atau tidak, dan dengan senang hati kita memilih untuk terlibat karena menganggap itu hal yang menyenangkan selain itu dapat latihan vocal gratis.
Kegiatan ini aktif dilakukan apalagi saat Natal dan Paskah.
Saat perayaan Natal di daerah kami yang mayoritas Nasrani, sudah menjadi hal biasa ketika banyak pemuda-pemuda berkopiah yang berdiri bersama-sama dengan Aparat Keamanan menjaga keamanan ketertiban dan kenyamanan selama Ibadah berlangsung dan saat selesai ada pemudi-pemudi berjilbab yang ikut andil saat membagikan minuman atau snack.
Demikian sebaliknya saat Hari Raya Idulfitri para pemuda/i Gereja akan turun ke Masjid dan ikut berkontribusi. O ya satu lagi, malam takbiran itu akan menjadi malam yang ditunggu-tunggu semua warga karena kami akan berdiri di depan rumah masing-masing menonton iring-iringan yang mengelilingi kampung; sekedar da da da da sambil ngucapin selamat atau melihat obor yang dibawa...
Dalam masa sekolah tidak pernah saya temui pertengkaran yang terjadi karena perbedaan keyakinan. Sangat indah, sangat menyenangkan, itu sebabnya saat ini saya merasa ingin kembali seperti dulu lagi...