Lihat ke Halaman Asli

[ECR] Keputusan Hati

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kejadian seminggu yang lalu, masih membuat Miss Rochma termangu. Rasa senang ketika menerima bunga Gladiol dari Mas Reporter, masih terselip diantara hari-harinya. Meskipun dia tahu, Zwan kecewa ketika itu. Dia menyadari perasaan terdalam Zwan akan Rizal, tapi dia tidak ingin juga menyakiti perasaan terdalamnya terhadap Rizal.Sungguh, Rizal sudah menjadi sebuah magnet yang mampu menarik perhatiannya dan mengobrak-abrik ruang hatinya yang sebelumnya dia konsentrasikan untuk pendidikan di desa Rangkat ini.

Miss Rochma menarik nafas dalam. Sedari tadi, tak bisa memejamkan mata meskipun lelah menghampiri karena seharian disibukkan dengan pembentukan kelas unggulan di SMP Rangkat. Tak terasa, sudah hampir sejam badannya terbaring di kasur. Tapi hanya terbaring dan membolak-balikkan badan. Resah.

Tidak, tidak!! Aku tidak bisa begini terus. Masalah hati ini harus aku selesaikan dengan Zwan. Aku tidak mau hubungan baikku ini terganggu hanya karena kami menyukai satu orang yang sama. Gumam Miss Rochma dalam hati. Dimantapkan hatinya untuk menemui Zwan malam ini juga, meskipun dia tidak tahu bagaimana resiko terakhir yang akan mereka berdua hadapi.

***

Hufffttt.. Miss Rochma menarik nafas dalam-dalam setelah kakinya sampai di depan pintu kos Zwan. Tangannya gemetar, tapi cepat dia kunci dengan saling mengaitkan telapak tangan. Tidak ada kata yang mampu dia persiapkan untuk malam ini, tapi hanya ada keberanian untuk berbicara yang mampu dia persiapkan.

Dibuka pintu kamar Zwan setelah empat kali ketukan di pintu tidak terjawab oleh pemiliknya dari dalam.

“Zwaaann..!!! Zwaaan..!!” Teriak Miss Rochma sambil masuk. Tapi hanya sepi yang dijumpai Miss Rochma.

“Zwaaaaaaaannnnn...!!!” Kali ini Miss Rochma berteriak lebih kencang sambil mengelilingi ruangan. Dan terdengar bunyi sahutan dari arah belakang kos meskipun lamat-lamat. Yakin Zwan ada di belakang, Miss Rochma melarikan badannya menuju belakang kos sambil terus berucap Bismillah dalam hati untuk menenangkan hatinya.

“Aku tunggu di dalam yah, dingin di luar.” Ucap Miss Rochma ketika tahu Zwan menjemur pakaian di belakang kos. Zwan mengangguk dan berkonsentrasi kembali pada jemurannya yang masih separuh ember.

Kamar yang sama, dengan perasaan yang berbeda. Hampir tiap hari Miss Rochma kemari, tapi baru kali ini dengan membawa perasaan yang dia sendiri pun tidak tahu ini perasaan apa. Sambil menunggu Zwan, diambil secarik kertas yang ada di atas meja rias milik Zwan. Dia hanya ingin membuat lipatan burung, dengan harapan burung itu mampu membawa perasaan tak pasti ini pergi. Dan sebuah kertas yang terlipat jatuh ketika dirinya menarik selembar kertas. Ketika hendak dia ambil dan mengembalikan lipatan kertas itu kembali pada tempatnya, terdapat nama Rizal di sana. Yang tertulis rapi dengan tulisan tangan Zwan.

Aku tak tahu

Sebuah rasa datangnya dari mana

Seolah-olah ada dan tak bernyawa

Seperti seekor lebah cantik

Hinggap lalu pergi meninggalkan jejak pesakitan

Seperti rasa yang mulai timbul

Bergelora tak ada tanda

Tiba-tiba bunga asmara menari dan berdiam diri

Jengah sudah jejak melangkah

Entah…

Semakin hancur sudah hati Miss Rochma setelah menyelesaikan kata terakhir dalam puisi milik Zwan. Dan semakin kacau pikirannya karena tidak tahu lagi apa yang nantinya akan disampaikan ke Zwan tentang perasaannya. Tanpa terasa air matanya jatuh, membasahi kertas. Air mata yang dia bendung selama seminggu ini.

Dan tanpa terasa pula, sebuah pelukan hangat sudah melekat di badannya. Pelukan seorang sahabat, Zwan.

“Aku tahu Miss tentang perasaanmu pada Rizal. Meskipun kamu nggak mau berterus terang karena tidak enak pada sahabatmu ini karena kita menyukai laki-laki yang sama.” Ucap Zwan membuka percakapan yang ditemani tangisan Miss Rochma.

“Aku pun sulit mengambil keputusan untuk menerima Rizal sebagai pendamping hidupku.”

Mendengar kalimat barusan, Miss Rochma tersentak dari tangisnya dan menoleh ke arah Zwan. Meminta keterangan lebih lengkap atas ucapan Zwan barusan.

“Iya Miss, dia mengungkapkan perasaannya padaku kemarin. Dan sepertinya dia berharap aku mau menjadi pendamping hidupnya.”

Penjelasan Zwan barusan meruntuhkan seluruh pertahanan Miss Rochma malam ini. Seluruh. Dan semakin tak mampu lagi dia berkata apa-apa di depan Zwan yang semakin mempesona karena cinta yang timbul dalam hatinya karena sosok Rizal. Tangisan Miss Rochma semakin menjadi, tapi tanpa suara.

“Aku tahu, ini akan membuatmu sakit hati. Aku juga bingung memutuskan, apa yang nantinya aku sampaikan kepada Rizal jika dia menagih jawabanku.” Ucap Zwan sambil melepas pelukannya dan sekarang dia berdiri menatap wajah Miss Rochma yang sudah tidak lagi ada sebentuk senyum.

Hening tercipta.

“Tidak Sayang, tidak. Jangan bingung memutuskan. Jika memang Rizal baik untukmu, jika Rizal memang mampu menjadi imammu, terima dia tanpa ragu.” Miss Rochma berucap sambil memegang kedua lengan Zwan. Suaranya kali ini mantap, membuat Zwan terpaku menyaksikan perubahan yang terjadi di hadapannya.

“Sungguh Zwan. Jangan hanya karena kita bersahabat tapi kamu melepas orang baik seperti Rizal yang aku yakin dia bisa membuatmu bahagia.”

“Tapi..” Zwan masih meragu, masih tidak yakin akan apa yang diucapkan Miss Rochma padanya. Tapi melihat sebuah senyum dari tangis yang sudah berhenti dan kemantapan ucapan Miss Rochma, Zwan merasa yakin kalau sahabatnya ini tidak lagi bercanda.

Dan hening tercipta lagi.

“Aku pulang dulu. Pikirkan apa yang tadi menjadi keputusanku. Karena aku yakin, suatu saat aku pun merasakan situasi yang sama denganmu. Disukai seorang pria yang baik.” Ucap Miss Rochma sambil melangkahkan kakinya ke luar kos.

***

Tuhan mungkin tidak memberikan kemujuran padanya malam ini, tapi Miss Rochma merasa lega. Saat menutup pintu kos Zwan, matanya beradu dengan mata Rizal yang kala itu sedang berjalan beriringan dengan Mas Hans. Dengan cepat dia palingkan wajah dan melanjutkan melangkahkan kakinya menuju jalan.

Melihat ada yang tidak beres dengan tatapan Miss Rochma yang kali ini tanpa senyum seperti biasanya, Mas Hans pamit pada Rizal untuk mengejar Miss Rochma. Karena dia tahu, Miss Rochma kali ini butuh teman meskipun hanya dengan diam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline