Bukan tabu, pemali lama mendengkur,
Maka bebas gerak tanganmu menabur.
Riwayat bumi melacur,
Sepanjang jalan tanpa ukur.
Mulai kuakui, tangan ini bebas menebas,
Menebas ranting yang mulai membesar,
Membesar pelan-pelan membawa kiloan sumber nyawa,
Nyawa yang mengaliri denyut-denyut nadi ketika aku meradang.
Meradang haus.
Mulai kuakui, tangan ini bebas menumpuk,
Menumpuk bekas yang nyatanya lama bumi urai,
Urai menahun bersama geliatnya janinku tumbuh,
Tumbuh berkembang.
Berkembang racun.
Kini sungging saja tawamu.
Bila kutuk jelma aku jadi burung murung,
Yang pedih mataku terjang angkasa.
Payah kepak sayapku terbang hingga tahunan menjelang,
Tanpa hinggap pada ranting yang tak satu pun tertancap.
Atau ludahi saja seluruh kali, laut biru kelabu.
Karena ikan-ikan itu adalah aku.
Siripku pecah tak kuasa tengadah arah,
Sisikku mengerak getir, gentarkan tubuhku bergerak.
Sia pula jemari kakiku mewujud cacing.
Ketika geliatku menyatu tanah, ada gembur yang nyaring.
Tapi irama akar tak menyahut. Tubuhnya kering.
Riwayat ini tertanam di tiap lekuk lacur bumi.
Berharap pesan sampai pada ribuan, salah, jutaan telinga,
Karena nyatanya,
Aku, saksi tanpa aksi.
Aksi basi tanpa berani.
Berani mati tanpa peduli wangi.
_________________________
Kolaborasi dengan Mas Naim Ali. Sementara, ini dari kami berdua. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H