Lihat ke Halaman Asli

Juli Dwi Susanti

Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

Tahun Baru Kali Ini Bukan Milikku

Diperbarui: 31 Desember 2015   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pagi ini ramai bunyi hpku dari kawan-kawan, orang tua murid, murid, kerabat atau kolega ku di komunitas maupun urusan kerja. Mengucapkan selamat menyambut tahun baru. Ah maaf, terimakasih dan bukan tak menghargai, rasanya sejak lama tahun baru tak pernah ku nikmati. Bukan tak ingin ikut bersenang senang, atau ingin rehat sejenak dari kesibukan dunia selama setahun sebelumnya. Aku adalah single fighter dan single parent sejak lama, lebih lama dari siapapun yang tahu. Melewati hari-hari dengan penuh perjuangan untuk dapat berjalannya keluargaku ini. 3 jagoan hadiah Allah yang harus kupertanggung jawabkan nanti pada sang Maha. 

Sejak krismon 1998 hingga wafatnya awal 2013, kepala keluarga di rumah ini betul-betul lumpuh dari aktivitas apapun. Jadi wajar yang ada di kepalaku bagaimana stabilitas ekonomi dan keberlangsungan rumah ini tetap berjalan tanpa harus menggadaikan keimananku. Aku sadar ini semua adalah kehendaknya. Menjadi manusia pilihannya agar dapat fight, tangguh menghadapi segala ujian dan cobaan manusianya. Dan aku yakin akhirnya adalah naiknya iman dan bekal yang akan kubawa pulang. Amiiin ya robbal alamiin.

Aku hanya membalas sekedar nya seraya mendoakan seperti ini: "Semoga tahun kedepan kita semua lebih baik lagi dalam iman dan ibadah yaa, senantiasa dilimpahkan kebahagiaan, kesehatan, dan nikmat ihsan islam. Anak anak yang sholeh kebanggaan dunia akhirat..salam juga buat keluarga." Itu saja umum, tanpa harus mengaminkan acara keduniaan tahun baru dari masa ke masa yang kupikir sama, hanya membuang waktu dan biaya untuk hal hal yang tak berguna. Iya sih bisa dilihat dari sisi silaturahmi, tp tak harus kan menghambur-hamburkan uang atau melakukan. Hal hal yang tak bermanfaat, seperti bakar kembang api atau petasan untuk nikmat sesaat .

Jujur bukan apriori karena tidak punya uang, atau membenci acara acara seperti itu. Namun kupikir bila diisi dengan hal hal yang lebih bermanfaat tentu lebih bermakna, seperti istigotsah, silaturahmi dengan diisi sharing atau pengajian bersama mengajak ibadah lebih baik, santunan anak yatim, atau berkunjung ke orang tua meminta keredhoan dan keberkahannya. Dan masih banyak lag .

Kebetulan tahun ini tanggal 1 Januari 2016 jatuh hari Jumat, subhanallah kalau sampai malamnya bergadang, Jumatannya lewat, sungguh. . . ter. . . la. .lu (bang rhoma.com). Sedangkan Kamis nya enak sekali untuk puasa Senin Kamis. Mumpung libur ngajar dan selagi bisa. Malamnya diisi acara yang lebih bermanfaat, contohnya aku, kumpul bersama 3 jagoanku.

Kemarin aku sudah membeli snack makanan ringan sebagai syarat untuk kebersamaan kami. Murah meriah hanya dengan 40 ribu sudah dapat 7 jenis makanan ringan masing masing seperti empat kg. Alhamdulillah, masih kebeli. Bagaimana dengan yang diluar sana, yang keadaannya memprihatinkan dari pada kita?

Sahabatku yang suaminya didalam penjara, sharing denganku. Bagaimana sebenarnya petugas-petugas di lapas sangat tidak manusiawi. Sudah ngasih makannya miris seenak jidat seperti memberi makan binatang saja , dan punglinya itu yang mashaallah, kelewatan. Aku jadi tahu kehidupan didalam penjara ya dari sahabatku itu. Memang suaminya sedang diuji kasus hukum, tergelincir dan terjebak oleh kolega kerjanya, akhirnya harus mendekam dipenjara sampai tahun 2016 ini nanti.

Di tahun baru ini, suaminya sahabatku mengeluhkan tentang pungutan 25 ribu per napi. Bayangkan kalau per kamar di aula (masing masing aula ada 5 blok, setiap blok ada 4 - 5 kamar) kehitung kan uangnya? Belum lagi blok tahanan anak (kebetulan lapas ini lapas laki laki semua), blok penampungan untuk mereka yang belum divonis titipan kejaksaan. Baru pagi sahabatku kirim uang 100 ribu untuk suaminya, itupun tidak rekening suaminya melainkan, ada jasa pengambilan 5 persen, kalau petugas yang ambil bisa uang sebungkus rokok yang harganya 15 sampai 20 ribu lumayan kan? Hhhhh.

Aku yang mendengarkan saja ingin nangis dan miris, ngelus dada, napi itu sudah tidak bisa berbuat apa apa, sekuat kuatnya keuangan, tetap saja dengan biaya apa apa yang tidak gratis boncos juga. Aku tahu sejak prosesnya saja dari mulai kepolisian, kejaksaan hingga penahanan berapa uang yang sudah dikeluarkan keluarga.

Demi lancarnya proses tersebut. Sudah habis habisan. Bagaimana bila mereka yang tidak punya keluarga? Siapa yang akan menanggung, mungkin tak heran untuk bertahan mereka harus jadi tukang minta minta atau modus bagi kenalannya di luar pura pura suka lah, jatuh cinta lah demi mendapatkan suplai uang dan makanan untuk bertahan. Itu belum bicara rokoknya. Itu juga cerita dari suami sahabatku yang tahu keadaan di dalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline