Lihat ke Halaman Asli

Juli Dwi Susanti

Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

PULANG . . . (1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Sudah Disiapin semua bang…….Air minum botolnya juga sudah dimasukin  ?”  Berondongku sambil memandangi punggung kekar yang asyik menyiapkan  pakaian dan perlengkapan lainnya, Ah . Menjelang kepulangannya hati ini berat  dan enggan melepasnya.  “Ayah pulangnya besok saja ya yah “ Tiba-tiba si sulung Odie menggelendot manja ke abang . “Eh jangan dong bos , nanti kita nggak bisa pulang ke Bekasi  kalau nggak cari uang , yang penting kamu dan Adik-adik belajar dan juga  jangan lupa Berdoa  , Supaya ayah tenang dan lancer cari rejekinya .  Oke Bos ! “  Kulihat matanya agak memerah , aku pura pura  menyuruhnya minum kopi yang sudah agak  dingin . Tapi dia menolak , kenyang katanya

“ Berangkat dulu ya Jeng , jaga  Anak-anak…. Jangan terlalu tegang  ya percayalah….Kalau dia sudah menghendaki kita pulang , pasti akan tiba juga saatnya” abang memandangku dengan mimik yang serius , kupalingkan wajahku yang terasa panas , Aku tidak ingin dia melihatku pergi dengan air mata diwajahku .Abang tidak akan tenang bekerja disana nanti , segera ku ambil si bungsu  yang juga tengah menggelayut di gendongnya dan membawakan HP nya, jam menunjuk pukul 9.15 , dia sengaja memilih naik bis yang berangkat jam 10, biar agak santai  dan punya banyak waktu untuk ngobrol denganku dan anak-anak .Kami saling  Membisu hingga tiba di depan pintu rumah induk semangku . Ku serahkan Hpnya .

“ Ayo dong jeng ketawa , jangan cemberut aja , ah bang aku tahu kau berat hati   Tapi kau coba menutupinya , dan aku pun tak tahan untuk mencubit pinggangnya  , dan dia pun menggelinjang kegelian….” Kalau sudah sampai jangan lupa kasih  tau bang…” kataku mengingatkannya , walau sebenarnya tak perlu karena dia  pasti akan selalu menelponku , dia bilang dengan sering menelponku dia merasa  aku ada disampingnya. Ini  adalah tahun  pertama kami harus saling berjauhan .

Kemudian aku mengajak ke-3 jagoanku untuk kembali naik ke rumah atas,  kami memang menyewa bagian atas dari rumah induk . “ ayo kakak beresin Mainannya sama Eza dan Aldi…. Sudah waktunya tidur . besok kan harus Sekolah , Aku mengingatkan mereka . sulungku Odie walaupun baru berusia 7 tahun ,namun dia sudah menginjak kelas 2 SD hampir naik kelas 3, Tapi begitu dewasa.mungkin karena keperihatian kamilah yang memaksanya cepat dewasa dari anak yang  seusianya Anak yang tengah Eza 5 tahun kelas Tk 0 besar , sebentar lagi naik  kelas 1 SD , dan terakhir sibungsu aldi 3.5 tahun belum sekolah , “ Si bule “ kata tetangga yang menyukainya , karena walau rambutnya hitam , namun dari ujung  kaki hingga kepala , tubuhnya putih sekali , dan cara bicaranya mirip shincan , tokoh kartun kesukaan anak-anak , membuat siapapun menjadi gemas untuk  mengajaknya bermain  . Syukurku yang tak habis , di tengah keterbatasan dan keperihatian kami , Tuhan memberikan kami anak-anak yang sehat ,Lucu dan mengerti dengan keadaan kami .

Kurebahkan badanku pada karpet kain yang ku gelar di bawah , pikiranku Menerawang ke suamiku , sejenak ku ambil Hp jadulku yang masih lumayan untuk berkomunikasi . iseng ku tulis pesan , tak terasa air mataku menetes . Usai SMS  Aku rebahkan kembali tubuhku disamping sulungku , sambil meneruskan isak  tangisku , entah betapa sentimentalnya aku malam ini, mungkin karena aku belum puas dengan kepulangan suamiku , Sabtu pagi tiba ,minggu malam harus berangkat kembali , rasanya singkat sekali waktu bersamanya , belum tuntas rasa kerinduan ku . memang ku syukuri beberapa minggu ini kesibukan abang kian bertambah , dan berarti peluang untuk pendapatan   akan bertambah besar  .  Kadang aku  mengutuki diriku sendiri yang terkadang konyol ,seharusnya aku berfikir , toh ini  hanya sementara , komitmen awal setelah uang terkumpul cukup , kami akan berkumpul lagi satu rumah .Tapi begitulah ,kadang ego kewanitaanku Nyelenong tanpa aku bisa menahannya , dulu 3 bulan lalu , aku amat egois hingga sempat  mendiamkan suamiku yang belum juga memperoleh uang . Sampai akhirnya  dengan ongkosnya yang pas-pasan , dia berangkat ke Jakarta , setelah bosnya di proyek dahulu , tempat suamiku mengabdi 13 tahun yang lalu mengajaknya untuk bersama sama mendirikan perusahan Kontraktor. Dan sering aku malu sendiri dengan tingkah laku yang kekanak-kanakan bukannya membantu  dengan doa dan senyum untuk memberinya semangat .

Allhamdulillah , keuangan kamipun mulai membaik . dan terkadang lebih  keinginanku adalah menabung dan terus menabung , supaya cepat menyusul kembali dia ke Jakarta . tapi suamiku melarangnya , dia ingin aku memberikan  gizi yang terbaik kepada anakku, dan menyuruh membeli apapun yang kumau , ia merasa selama ini tidak mampu membahagiakanku dan anak-anak , jadi wajarlah jika sekarang dia ingin membalasnya , dan aku hanya bisa cemberut kalo abang  pulang selalu inginnya menyenangkan jagoan-jagoan kami . “ ngertiin lah jeng ,  Inilah obatku selama ini aku jauh dari mereka, “ pintanya memohon pengertianku  .

Dasar perempuan umpatku pada diriku sendiri aku hanya mementingkan diriku sendiri,untuk buru-buru pindah ,padahal untuk biaya pindah butuh uang yang tidak sedikit,toh abang pun meyakinkanku kalau rumah kontrakan kami laku , kami bisa segera pulang kerumah kami yang telah 3.5 tahun kami tinggalkan , aku tak ingin  pindah-pindah lagi seperti beberapa tahun belakangan ini yang kami lakukan . hingga kami sampai ke kota Semarang , aku ingin punya rumah tangga normal kembali  seperti dulu,sebelum krisis moneter pada tahun 1998 merenggut semua kebahagian kami . Yang jelas aku ingin kembali berkumpul bersama adik-adiku yang kini  ditinggal orang tua kami .


“ Bu jangan nangis terus dong , ayahkan cari uang ,kok ditangisin “ Suara si Odie menyadarkan tangis dan lamunku . “ kata ibu kalau ayah pergi ke Jakarta jangan  ditangisi nanti ngalangin rezekinya ayah , iya kan bu” cerocosnya aku tersenyum dan segera mengusap air mataku………. “ Iya, iya  ibu cuma masih kangen sama ayah . sudah sana tidur,besok kesiangan gimana ” ujarku sambil merengkuh kepalanya kedalam pelukanku . baru pertama aku merasakan seperti ini , rasanya jauh dari abang , kangen itu pasti yang jelas menumbuhkan kesadaran perlahan pada diriku, betapa indahnya kebersamaan bersamanya , terlebih , 1 bulan ini, aku dilarang  kerja olehnya , aku merasa menganggur , abang bilang anak-anak lelaki kami  sudah menuntut perhatian yang lebih menjelang mereka besar . Selama aku kerja  dulu , ada abang yang mendampingi anak-anak , tapi setelah abang pergi kucoba untuk menitipkan mereka pada tukang cuci yang sehari hari membantu kami .


Si Odie sering protes , katanya “ Udah ayah nggak ada , masa ibu juga ninggalin  kita sih”. Terpaksa aku mendampingi mereka sehari hari , suamiku pun ingin  tanggung jawab keuangan ia ambil ahli semua, agar aku bisa konsentrasi pada perkembangan anak anak kami . Walaupun aku ikhlas mendidik mereka , namun kekosongan itu terkadang membuatku uring uringan tanpa sebab. Sering anak anak kupukul hanya karena mereka berbuat kesalahan sepele , mungkin itu pelampiasanku. Dan bila malam telah larut , aku menangisi sikapku sambil menikmati kepulasan mereka yang seolah tanpa beban . Setelah itu kuambil air wudlu , dan segera menyandarkan diriku padaNya , mencurahkan segala kegundahan hatiku .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline