Baru-baru ini, pernyataan Mas Gibran, Wakil Presiden Indonesia, menghebohkan jagat maya dengan rencananya untuk menambahkan materi pemrograman atau coding ke dalam kurikulum di tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini menjadi topik hangat karena dianggap sebagai langkah besar dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan teknologi di masa depan. Pemrograman, yang selama ini lebih identik dengan pendidikan tingkat tinggi, kini diusulkan untuk dikenalkan sejak dini. Harapannya, anak-anak dapat dibekali dengan keterampilan abad ke-21 seperti problem-solving, kreativitas, dan kemampuan berpikir logis. Namun, pengenalan coding pada usia dini juga menimbulkan berbagai pertanyaan, mulai dari kesiapan fasilitas pendidikan, pelatihan bagi para guru, hingga metode yang tepat untuk mengajarkan materi tersebut agar mudah dipahami oleh anak-anak SD.
Sebelum melangkah lebih jauh, alangkah baiknya kita terlebih dahulu memahami apa itu coding atau pemrograman.
Pengertian Coding atau Pemrograman
Coding berasal dari kata code, yang merujuk pada cara manusia memberikan perintah kepada komputer untuk menjalankan aksi atau langkah-langkah tertentu sesuai dengan keinginan kita. Sebelum menulis kode, seorang programmer biasanya harus memahami konsep algoritma terlebih dahulu. Algoritma adalah serangkaian langkah-langkah terstruktur dan jelas untuk menyelesaikan suatu masalah. Misalnya, algoritma memasak mie, yang berisi langkah-langkah yang jelas untuk membuat mie yang lezat sesuai dengan keinginan kita. Dengan kata lain, untuk menghasilkan kode atau program yang baik, dibutuhkan keterampilan dalam merancang algoritma yang efisien dan terstruktur, sehingga kode yang dihasilkan dapat bekerja dengan optimal dan mudah dipahami.
Tentu saja, terdengar menarik dan keren jika anak-anak usia dini mampu membuat program yang jelas, terstruktur, dan efisien. Namun, apakah sebenarnya penting bagi seorang anak untuk belajar algoritma dan pemrograman sejak dini? Meskipun seseorang yang terbiasa menulis program cenderung memiliki keterampilan problem-solving yang baik, ada satu hal yang perlu diperhatikan: jika seseorang terlalu sering menatap layar komputer untuk menulis kode, maka waktu mereka untuk melakukan aktivitas lain, seperti bermain atau berinteraksi dengan teman sebaya, bisa berkurang. Anak-anak juga membutuhkan waktu untuk mengembangkan keterampilan sosial, fisik, dan kreatif melalui pengalaman di luar dunia digital.
Dengan kata lain, meskipun mempelajari pemrograman memberikan banyak manfaat, keseimbangan dalam kehidupan anak perlu dijaga agar mereka tidak hanya terfokus pada komputer. Hal ini penting agar mereka dapat mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk perkembangan diri yang lebih holistik.
Tantangan dan Kekurangan Belajar Pemrograman di Usia Dini
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, belajar pemrograman memang memiliki banyak manfaat. Namun, kita juga harus mengingat bahwa anak-anak adalah "gudang pembelajaran" yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan keterampilan dalam berbagai bidang. Mereka masih memiliki banyak peluang untuk mengembangkan kreativitas, termasuk dalam merancang algoritma yang lebih kreatif daripada algoritma pemrograman itu sendiri. Bahkan, jika pembelajaran algoritma dipaksakan pada anak-anak, ada kemungkinan akan terjadi peningkatan masalah kesehatan mental pada usia dini.
Anak-anak bukanlah "mesin pembelajaran" yang harus terfokus hanya di depan komputer. Mereka adalah individu yang perlu belajar tentang dunia nyata, yang memungkinkan mereka untuk lebih mengembangkan logika dan algoritma melalui pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dunia nyata memberikan mereka kesempatan untuk belajar melalui interaksi sosial dan eksplorasi lingkungan, yang lebih bernilai bagi perkembangan mereka.
Apalagi, baru-baru ini Jensen Huang, CEO Nvidia yang merupakan perusahaan terkemuka di dunia AI, menyarankan agar anak-anak lebih fokus pada ilmu-ilmu eksak seperti matematika dan sains, daripada hanya belajar cara pemrograman. Dengan perkembangan pesat dalam dunia AI, pemrograman kini lebih mengarah pada implementasi di dunia nyata, bukan sekadar menguasai teori coding. Oleh karena itu, memperkenalkan anak-anak pada ilmu-ilmu fundamental, seperti matematika dan sains, akan lebih bermanfaat dalam mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks.
Kesiapan Bangsa Indonesia dalam Menerapkan Pemrograman di Kurikulum SD
Meskipun ide untuk memperkenalkan pemrograman atau coding pada anak-anak usia dini terdengar menarik dan progresif, kita perlu mempertanyakan kesiapan bangsa Indonesia dalam melaksanakan program ini secara efektif. Pengenalan coding kepada anak-anak tidak hanya membutuhkan pembaruan kurikulum, tetapi juga kesiapan infrastruktur pendidikan, pelatihan guru, serta pengadaan perangkat yang memadai.
1. Infrastruktur dan Akses Teknologi