Aku meminjamkan uangku,
bukan hanya angka yang berpindah tangan,
tapi sebuah harapan,
yang tergelincir di antara batas tanggung jawab
dan luka yang tak terlihat.
Keluarga,
adalah tempat aku berteduh,
namun, adakah ia selamanya aman
dari hujan yang membasahi kantung-kantung hati?
Aku takut pada derasnya,
takut pada kata-kata yang tak sempat diucap
di sela batas waktu pengembalian.
Kau datang,
membawa cerita tentang genting rumah
dan anak-anak yang lapar,
aku ingin membantu,
tapi apakah tangan ini cukup kuat
menopang beban yang tak kusangka?
Aku tahu,
di dalam uang yang kupinjamkan
ada percakapan yang belum selesai:
tentang kepercayaan, tentang ketulusan,
tentang aku yang diam-diam berharap
kau belajar dari kesalahanmu.
Mungkin lebih baik aku berikan roti,
atau baju hangat,
atau hanya waktu
untuk mendengar kegelisahanmu---
daripada sebuah angka yang menguap,
tak kembali ke pelukan.
Keluarga,
di antara tangis dan tawa,
aku hanya ingin kita tetap ada,
tanpa harus dihancurkan
oleh janji yang tak tertunaikan.
Lalu aku berdoa,
semoga hujan berhenti di hatimu
dan jalanmu dipenuhi sinar,
agar aku tak perlu lagi
meminjamkan sesuatu yang tak pernah benar-benar
kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H