Saldo yang Lapar
Tabungan tergerus,
makan diam-diam.
Saldo tidur di sudut rekening,
lalu bermimpi tentang angka yang gemuk,
tapi bangun dengan tubuh yang semakin tipis.
Di jendela ATM, angka-angka
berbaris seperti pasukan kelelahan.
Rekening di bawah seratus juta,
menunduk dalam parade kehilangan.
Siapa yang sanggup menahan seretnya waktu?
Tabungan tak lagi sekadar simpanan,
ia jadi alat bertahan,
jadi roti yang dikunyah pelan-pelan,
jadi sepatu tua yang terus dipakai
meski sudah berlubang di ujungnya.
Aku lihat orang-orang,
mereka berjalan dengan mata yang kosong,
menggenggam saldo yang makin mengenaskan
seperti menggenggam kenangan lama
tentang hari-hari ketika angka
bercanda dalam rekening mereka.
Tapi jangan takut,
katanya waktu bisa menyembuhkan
seperti janji pemimpin baru
atau turunnya suku bunga.
Saldo bisa tumbuh lagi,
nanti, tiga bulan,
lima bulan,
sampai uang pulang dari perantauannya.
Untuk sementara,
mari berpegangan pada impian,
bahwa saldo bisa kembali gemuk
seperti dulu,
atau setidaknya, cukup untuk bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H