Ruang dalam Waktu
Pernahkah kau merasa hidup begitu datar,
Seperti alur sungai yang tak lagi deras,
Mengalir pelan, mengikis tepian,
Tapi tak ada riak, tak ada badai.
Di sudut usia yang paruh baya,
Kita tinggal di kota yang sama,
Berjalan di jalan yang sama,
Bekerja di meja yang sama,
Bahkan mimpi-mimpi kita sudah hafal
rutinitas harian yang itu-itu saja.
Ingin sekali aku melompat ke dalam kolam,
Biar airnya menggigit kulit,
Menyadarkanku dari kantuk panjang
yang tak berujung.
Tapi setelah beberapa saat,
Tubuh ini kembali menyesuaikan,
Dan dingin itu tak lagi terasa.
Hidup, katamu, bukan sekadar
mendapatkan apa yang kita mau,
Tapi merasakan hangatnya kembali
setelah kita berani melepaskannya.
Maka, cobalah keluar sebentar,
Dari rumah yang kau sebut "nyaman",
Dari pekerjaan yang kau kira "aman",
Cium kembali bau asap rokok di ruangan
yang dulu kau benci,
Dan rasakan, betapa kau rindu
sesuatu yang baru.
Atau, tutup matamu sejenak,
Bayangkan dunia tanpa apa yang kau miliki,
Tanpa rumah, tanpa keluarga,
tanpa pekerjaan yang membuatmu
berkeluh kesah.
Lalu buka mata dan lihatlah,
Semua masih ada di sana,
dan kau, masih di sini,
Dalam hidup yang kadang membosankan,
Tapi begitu berharga.
Jangan takut menambahkan sedikit warna,
Biarkan dirimu menjadi Explorer
yang mencoba jalan baru,
Atau tetap menjadi Exploiter,
yang setia pada hal-hal yang kau cintai.
Kita adalah perpaduan,
antara jeda dan variasi,
Menciptakan simfoni hidup,
Yang kadang sunyi, kadang riuh,
Tapi selalu,
Penuh makna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H