Salam Petualang,
Kalau Melihat After dan Before Gunung Kelud, sangat kontras memang, keindahan gunung kelud sebelum erupsi dan setelah erupsi, kali ini saya tidak membicarakan masa lalu, tapi masa sekarang, sudah lima tahun Gunung Kelud pasca erupsi, belum banyak yang dapat dilakukan untuk menata kembali, perlu biaya besar, namun kalau dibuat tempat selfie saja mungkin biaya-biaya yang digunakan tidak terlalu besar, dan para turis lokal dan manca negara menurut pendapat saya akan ramai berdatangan.
Pasca erupsi ini saya tiga kali menginjakan kaki ke gunung ini, pertama saat dua minggu setelah erupsi, tapi kami masih dilarang naik, hanya sampai bawah, kedua saya boleh naik dan menyaksikan sampai atas dan kali ketiaga ini saya membawa istri dan anak yang paling kecil, sementara anak yang nomor satu sedang ke NTB untuk meliput Burung Kakak Tua dan anak yang nomor dua sedang mendaki Gunung Prau dan Dieng, sudah memiliki komunitas sendiri mereka.
Untuk yang ketiga ini saya tidak berjalan kaki, dari tempat parkir, tetapi naik ojek yang sudah disediakan oleh pemandu-pemandu lokal disana, sebelum naik, saya membeli dulu beberapa photo, dan video tentang gunung kelud, kemudian memakai kamera yang disipkan dengan koin seribu rupiah untuk 2 menit pemakaian, dan saya meluncur ke atas.
Puncak Gunung Kelud sudah berubah wajah, saya bandingkan dengan photo yang baru saya beli, dan memperkirakan pengambilan photo waktu itu dan kondisi saat ini.
Penampakannya kata tukang ojek tadi seperti Tangkuban Perahu, lantas saya bertanya dengan tukang ojegnya, pernah ke Tangkuban Perahu lembang ?"
Jawabannya sungguh membuat saya tersenyum, saya belum pernah pak, hanya tamu yang saya bawa mengatakan seperti itu, jadi saya jelasin ke bapak sekarang.
Saya bilang, saya sering main ke sana, pernah dinas dua kali di Jawa Barat, dan rumah saya berada di bawahnya, tepatnya di Geger Kalong.
Sebelum pendakian kami ngetes dulu Jalan Misteri, menetralkan porseneling mobil dan merasakan sensasi magnit bumi, mobil kami berjalan sendiri.
Kemudian kami naik keatas, sesampai di tempat parkir, kamin tidak langsung mendaki tetapi kami sarapan dulu di warung satu-satunya yang buka saat itu, kami pesan kopi susu dan indomie telur.
Setelah puas kami melihat dulu menggunakan teropong yang disediakan disana, dengan membayar Rp. 1.000 rupiah untuk dua menitnya.