Lihat ke Halaman Asli

Mimpi, Jendela atau Penjara?

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

setiap manusia pasti mempunyai ambisi, cita-cita, target, apaun lah namanya. itu sudah menjadi suatu karya indah tanpa disengaja dalam tiap diri manusia. kenapa indah? karena pada sejatinya, kita tidak pernah mempunyai hak untuk menciptakannya.

pun sama halnya dengan satu kata yang seakan selalu mampu menjadi tonggak semangat kawan-kawan pelajar, Mimpi. walaupun tak jarang karena satu kata itu pula banyak pelajar bimbang akan jalan akademis dan karirnya. lantas, sejauh mana, sehebat apa, seberapa kah mimpi itu?

saat kita bicara mimpi, kita akan begitu percaya, bahwa mimpi adalah sebuah jalan bagi kita. seakan-akan, pasti itulah titik pertemuan kita selanjutnya. bahkan ada yang berkata, "Kalau pemuda sudah takut untuk bermimpi, maka bersiaplah menghadapi akhir dari dunia ini". mimpi begitu ajaib, membawa tiap diri mampu melambung tinggi melewati angkasa, menggapai bulan, mars, melihat sang surya dari titik terdekat yang pernah ada.

ttik ini, seakan tidak akan membawa kita jatuh kebawah, kita hanya akan selalu diatas, terbang melayang-layng diantara awan dan bintang. sungguh indah..

saat yang sama, sebagian orang berkata, "bukan saatnya lagi untuk kita bermimpi, sudah saatnya kita kembali menjejak bumi ddan menghadapi realita". mimpi bukanlah sebuah jalan lagi, mimpi hanya sebuah gambaran kosong, samar, bahkan buram. lantas, untuk apa kita terus hidup dalam mimpi kalau itu tidak akan mampu membawa kita menjadi kenyang.

sudah bukan waktunya lagi kita berada diantara awan dan bintang, karena saat kita terjatuh, akan sangat sakit rasanya..

nah, dari sinilah mimpi menunjukkan kehebatannya.

saat orang yang selalu bermimpi tersadar dan maemaksa menggunakan realita untuk mengusir mimpi, maka orang yang berawal dari realita tertarik masuk ke dalam dunia mimpi.

pemimpi memaksa masuk ke dalam realita yang getir dan keras, sedangkan orang relistis terbuai oleh ajakan mimpi menikmati manis dan halusnya dunia mimpi.

laksana jendela dan penjara. jendela membuat kita merasakan sinar matahari, menghangat, membuat kita merasakan deru dunia yang sesungguhnya. penjara membuat kita diam dalam himpitan sepi sunyi, menenangkan, membuat kita merasakan hawa ketenangan.

dua hal ini seakan ada pada tiap tikungan jalan, kita seakan harus selalu memilih, kita membuka jendela dan merasakan dunia atau kita menutup jendela dan merasakan keheningan penjara mengakar dalam diri kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline