Lihat ke Halaman Asli

Mirza Irfania

Mahasiswa Universitas Jember

Kebijakan Bank Sentral dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 22 November 2020   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Angka peningkatan Covid-19 dari waktu ke waktu terus bertambah. Kasus yang terkonfirmasi pasien positif Covid-19 di Indonesia bertambah menjadi 365.240 per tanggal 20 Oktober 2020. Dampak dari virus corona tidak bisa diabaikan begitu saja. Pandemi Covid-19 juga mengganggu perekonomian di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi global akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hingga saat ini pemyebaran virus terhadap perekonomian negara masih belum bisa dihitung pastinya.

Hampir diseluruh negara berkembang terdampak mengalami kontraksi di tahun 2020. Akibat yang ditimbulkan dari pandemi yang berlanjut ini salah satunya adalah terbatasnya sistem kesehatan. Kemudian dampak yang lebih parah yaitu terhadap sektor penting pada penopang ekonomi misalnya dari sektor pariwisata akan mati jika terus seperti ini.

Pandemi Covid-19 ini memberikan efek yang dominan dibeberapa aspek sosial, ekonomi dan keuangan negara. Dalam kesehatan, penyebaran virus corona yang sangat mudah, cepat sekali menyebar dan luas menciptakan krisis kesehatan dan masih perlu pengembangan vaksin, obat dan terbatasnya alat tenaga medis yang tersedia. Disisi sosial, langkah untuk mendatarkan kurva penyebaran Covid-19 di Indonesia memiliki konsekuensi tersendiri pada berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja di berbagai sektor, misalnya dalam sektor-sektor informal. 

Dari segi ekonomi, adanya kinerja ekonomi yang menurun drastic yang berakibat konsumsi masyarakat terganggu, investasi sangat terhambat, ekspor dan impor mengalami kontraksi. Dari segi keuangan, volatilitas dari sektor keuangan muncul seiring dengan penurunan investor confidence dan terjadi perpindahan dana dari bank kecil-menengah ke dalam kelompok bank besar (beberapa bank BUMN). Sektor keuangan juga terkena imbas dari pandemi karena penurunan kinerja sektor riil, NPL, profitabilitas dan solvabilitas perusahaan mengalami tekanan.

Era new normal diimplementasikan secara normal tetapi pada nyatanya kasus positif Covid-19 kembali naik. Kemudian, dalam risiko perekonomian masih sangat tinggi karena terdapat banyak sekali ketidakpastian.  Oleh karena itu, pemerintah Indonesia, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan stimulus-stimulus kebijakan untuk memulihkan perekonomian nasional yang sedang mengalami pemerosotan.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada triwulan ke-2 2020, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif pada angka -5,32% year on year (yoy), jika dibandingkan pada triwulan ke-1 2020 sebesar -2,97% (yoy) angka tersebut jauh lebih rendah. Dalam hal ini, pemerintah harus bekerja lebih keras dan melakukan berbagai upaya di bidang kesehatan dan bidang ekonomi seimbang.  Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal dan moneter.

Pada stimulus ekonomi, Bank Indonesia di dua bulan terakhir mengeluarkan kebijakan moneter untuk meminimalisir perekonomian Indonesia yang disebabkan dampak buruk virus corona. 

Adanya kebijakan yang diambil yaitu dengan menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada angka 25 bps menjadi 4,75 persen dimana mengoptimalkan strategi intervensi di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), pasar SBN dan pasar spot untuk menurunkan atau meminimalisir risiko dari peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah serta menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM). 

Pada stimulus kebijakan ekonomi tahap I akan fokus untuk menguatkan ekonomi domestik tahun 2020 melalui belanja. Anggaran yang diberikan oleh pemerintah sebesar 10,3 triliun rupiah. Dalam stimulus ke-1 ini berupa kebijakan belanja yang fungsinya untuk menguatkan perekonomian melalui dau kegiatan yaitu percepatan belanja dan kebijakan dalam mendorong padat karya dan yang kedua adanya stimulus belanja.

Stimulus kebijakan ekonomi tahap II difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat dan memudahkan dalam hal ekspor-impor. Terdapat empat kebijakan fiskal dalam stimulus ekonomi ke-2. 

Yang pertama, relaksasi pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21). Relaksasi ini ditanggung oleh pemerintah seluruhnya atau 100% atas penghasilan pekerja. Kedua, relaksasi pajak penghasilan pasal 22 impor (PPh 22 impor). Kebijakan ini diberikan sebagai upaya untuk memberi ruang bagi industri sebagai kompensasi atau biaya yang berhubungan dengan perubahan negara impor asal. Ketiga, pengurangan pajak penghasilan pasal 25 (PPh 25) sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline