Lihat ke Halaman Asli

Pengertian Kritik dalam Tradisi Teori Kritis

Diperbarui: 21 Januari 2023   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian "kritik" ini dimaksudkan sebagai kritis terhadap ajaran-ajaran di bidang sosial yang ada pada saat itu dan juga kritis terhadap keadaan masyarakat pada saat itu yang sangat memerlukan perubahan radikal. Nama ini dipopulerkan oleh Max Horkheimer.

Lebih Lanjut Bertens (2002: 200-201) mengatakan: Kata "kritik" di sini harus dimengerti dalam arti kritis terhadap ajaran-ajaran di bidang sosial yang terdapat pada saat itu (termasukMarxisme ortodoks) dan serentak juga dalam arti kritis terhadap keadaan masyarakat pada saat itu, yang memerlukan perubahan radikal.KataKata kunci "kritik" adalah konsep kunci untuk memahami Teori Kritis. 

Kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diarahkan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat modern, seperti: seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, dan kebudayaan pada umumnya yang bagi mereka telah menjadi rancu karena diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu sekaligus mengasingkan manusia individual di dalam masyarakatnya. 

Bagi mereka sendiri, kata kritik' ini berakar pada tradisi filsafat sendiri. Karena itu, sebelum kita memasuki uraian mengenai kritik Horkheimer terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat, saya akan menjawab satu pertanyaan ini. Dalam arti apakah pemikiran-pemikiran mereka disebut 'kritis? Kata "kritik" sebenarnya sudah dipakai sejak masa Renaissance(1350-1600). 

Dalam masa itu, masyarakat Eropa membangkitkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi, dan karena banyak inspirasi rasional ditimba darinya, kecenderungan-kecenderungan berpikir di dalam masa ini telah mulai mengusir kegelapan dogmatis Abad Pertengahan (600-1400) yang dikuasai cara berpikir gaya Gereja, di mana faktor iman dan kepatuhan kepada otoritas Gereja mendapat porsi yang besar. 

Dalam masa Renaissance itu, para sarjana dan seniman menyibukkan diri dengan teks-teks sastra dari zaman Yunani-Romawi, termasuk Kitab Suci. Mereka mencoba memberi penjelasan dan penilaian atas teks-teks itu. Sebagaimana lazim waktu itu, penjelasan semacam itu juga dipergunakan untuk menyerang atau mempertahankan ajaran iman tertentu. Seni menilai dan menjelaskan teks-teks ini menjadi awal hermeneutika Kitab Suci dan akhirnya menjadi seni kritik yang lepas dari kegiatan pengetahuanyang dilatarbelakangi iman. Lama kelamaan, kritik sastra ini menjadi seni kritik yang rasional semata.

Jika Teori Kritis mempergunakan konsep kritik, hal itu akan dihubungkan dengan konsep kritik yang dikembangkan pada masa-masa setelah Renaissance, yaitu: masa Aufklarung (Abad ke-17 dan 18) dan abad ke-19. Pada masa-masa itu muncul filsuf-filsuf seperti: Kant, Hegel, Marx, yang oleh Mazhab Frankfurt dipandang sebagai filsuf-filsuf kritis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline