Lihat ke Halaman Asli

Sisi Lain Bahasa Gaul

Diperbarui: 15 Desember 2020   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sudah diolah pribadi, gambar dari shutterstock.com

Pendahuluan

Bahasa yang merupakan sebuah alat komunikasi menjadi sangat beragam dan berkembang seiring berkembangnya zaman. Diantara ragam bahasa, selain bahasa baku yang tentu telah ditetapkan dan tercantum dalam KBBI ada juga bahasa gaul yang sifatnya nonformal sehingga tidak dicantumkan dalam KBBI.

Bahasa gaul lebih sering digunakan dalam keseharian kaum milenial yang di dalamnya terdapat beberapa kalangan mulai dari yang tidak berpendidikan hingga yang berpendidikan, baik yang berlatar belakang pendidikan agama ataupun umum.

Dari bahasa gaul sendiri terdapat beberapa bahasa yang cukup kontroversial seperti kata anjay, njir, fucek dan lain sebagainya. Lantas bagaiman islam memandang hal ini, terkhusus jika yang menggunakan bahasa ini dari kalangan yang berlatar belakang pendidikan agama islam.

Pembahasan

Bahasa prokem, bahasa gaul, atau bahasa slang Indonesia adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul, seiring berjalannya waktu bahasa prokem yang berasal dari Jakarta mulai menyebar ke daerah lain di seluruh Indonesia. Sebagian besar kosakata dari bahasa ini tidak ditemukan di dalam KBBI.[1] 

Awal mula bahasa prokem dapat ditelusuri hingga paruh kedua dasawarsa 1950-an yang banyak dituturkan di kalangan bramacorah, preman dan anak jalanan. Pada dasawarsa berikutnya, bahasa prokem mulai populer di kalangan pemuda kota. Puncaknya terjadi pada tahun 1970-an ketika Teguh Esha, seorang pengarang dan wartawan, menerbitkan novelnya Ali Topan Detektip Partikelir yang digandrungi kalangan muda waktu itu. Dalam novel tersebut, Teguh Esha melampirkan senarai kosakata bahasa prokem.[2] 

Melihat dari latar belakang bahasa yang marak digunakan kaum milenial ini, bisa disimpulkan bahwa tentu terdapat bahasa-bahasa akrab (kasar) yang juga telah melalui perombakan dan menjadi bahasa slang. Adapun penyebutan bahasa akrab sendiri berangkat dari kebiasaan kaum milenial yang dalam pergaulannya kadang menggunakan bahasa (mohon maaf) kasar. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Nazarudin (Pakar Linguistik Universitas Indonesia) dalam sebuah acara TV "Slang itu merupakan salah satu penanda intimacy dalam berbahasa atau penanda keakraban, semakin akrab seseorang semakin kasar bahasanya". 

Salah satu bahasa slang yang marak saat ini adalah kata anjay atau njir yang artinya anjing. Kata anjing sendiri sebenarnya sudah sering digunakan oleh beberapa kalangan dari kaum milenial sebagai bentuk ekspresi saat seseorang marah atau kesal. 

Setelah menjadi bahasa slang, bahasa ini tidak lagi digunakan hanya untuk mengeskpresikan kemarahan namun juga menggambarkan sesuatu yang keren. Pengguna bahasa inipun meluas bukan lagi dalam suatu komunitas atau kalangan tertentu tapi digunakan oleh hampir semua remaja milenial, tak terkecuali anak-anak muslim terkhusus santri. Terlepas dari tahu atau ketidaktahuan arti dari kata tersebut. 

Untuk beberapa kalangan, hal ini tidaklah bermasalah selagi tidak digunakan dengan tujuan mengumpat namun lain halnya jika yang menuturkan adalah seorang muslim terkhusus santri yang notabenenya mempelajari atau mendalami pengetahuan tentang agama islam, yang mana dalam Islam di ajarkan untuk bertutur kata yang baik bahkan walau dalam keadaan marah sekalipun. Seperti yang disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline