Lihat ke Halaman Asli

Kakak, kembalilah!

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hembusan angin malam, menerpa lamunanku yang jauh memikirkannya. Kekagumanku atas kebaikan dan ketulusannya membuat hatiku tenang dan damai , dialah sosok yang bisa membuatku tersenyum dikala duka dan bangkit disaat aku terjatuh.

Lelaki yang biasa ku sapa kakak. Yahh, awal pertemuan singkat, ketika dia tersenyum menyapaku sebagai adik kelasnya pada saat itu. Aku mengenalnya setelah beberapa bulan aku duduk di bangku SMA.

Ketika malam bulan purnama, kududuk di teras rumah memandang bulan dan menikmati cerahnya malam. Tiba-tiba,* kring------kring* ringtone Hp ku berbunyi. Ternyata dari dia. Sudah lama aku tak berjumpa dan mendengar suaranya, setelah dia tamat dan melanjutkan Studinya di Luar daerah.

“assalam’alaikum dek “

“Wa’alaikumsalam, kak,” sahutku

Di tengah perbincangan, aku terkejut ketika dia mengungkapkan perasaannya, bahwa dia mencintaiku dan memintaku untuk menjadi kekasihnya, suasana malam terasa semakin sunyi, aku tak tau apa yang harus ku katakan, Lidah terasa kelu untuk menjawab. Bagaimana mungkin aku menerima cintanya, sementara dia sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri.

Kali itu aku benar-benar tegas aku lebih memilih komitmen untuk tidak pacarandulu, aku takut itu dapat mengganggu belajarku. Aku takboleh terpengaruh secepat itu dan ku putuskan untuk tidak menerima cintanya, namun aku terharu, ketika dia berkata “ Baiklah dik. Jika itu keputusan adik, tetaplah tersenyum, karena senyuman adik CINTA bagi kakak, kakak tidak akan memaksamu untuk mencintai kakak, namun kakak hanya ingin kau tau tentang perasaan kakak yang sesungguhnya. maaf dik,, kakak belum pernah merasakan cinta sekeras ini terhadap seorang wanita, hingga hati kakak berontak untuk tetap mengungkapkan semuanya. Semangat terus adikku sayang, kakak akan selalu mendukungmu ”.

Dia selalu memotivasi dan mensehatiku agar terus belajar dan mengejar cita-cita. Yang ku tahu, dia sangat tulus mencintaiku. Dialah, Seorang kakak yang menyayangi adiknya dengan tulus, seorang kakak yang tak rela membuat hati adik perempuannya terluka. Seorang kakak yang selalu memberi semangat ketika ku terjatuh.

Kak, sekarang kau sudah jarang menghubungiku. Apakah kau lelah menjadi seorang kakak untukkku, apa kau tak ingin aku hanya menganggapmu hanya sebagai seorang kakak atau mungkin kau telah mendapatkan adik baru disana?

Baiklah, aku selalu memohon agar kau selalu bahagia. Aku tak ingin menjadi adik yang egois yang hanya bisa terus mengharapkan kasih sayang dari seorang kakak, karena kau bukan kakak kandungku. Namun terimakasih yang tulus aku sampaikan karena kau pernah mencintaiku kak. Pernah menyayangiku dan menerimaku sebagai adikmu tidak sebagai kekasih.

Mungkin hari itu adalah hari terakhir pertemuan kita, karena ku pikir kau tak mungkin kembali lagi.

***Semilir angin malam ini mengingatkan ketika itu, ku menatap dingin wajahnya. Dari jauh dia melambaikan tangan seraya berucap “Berikan kakak senyum terakhirmu”.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline