Sungguh senang hati ini ketika bulan Desember kemarin, Bupati Purwakarta melalui Perda No. 9 Tahun 2019 membuat Peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Buat saya yang alergi terhadap asap rokok, peraturan itu menjadi angin segar buat saya. Akhirnya tempat kerja saya akan bebas tanpa asap rokok. Apalagi ada beberapa murid yang pernah merokok kemudian ketika ditanya kenapa merokok di sekolah, mereka pun menjawab mencontoh gurunya yang merokok pada saat jam kerja.
Menurut Pasal 5 Perda KTR, ada 7 zona kawasan tanpa rokok di Purwakarta yaitu di kawasan sekolah atau tempat kegiatan belajar mengajar (KBM), kawasan bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, arena olahraga, tempat kerja dan fasilitas umum.
Pada pasal 3 Perda, KTR dibuat tujuannya adalah untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, membudayakan hidup sehat serta menekan angka pertumbuhan perokok pemula.
Jadi aturan itu dibuat sebagai upaya Pemerintah Purwakarta untuk menciptakan masyarakat yang sehat apalagi sudah banyak penyakit yang timbul akibat rokok baik itu yang dialami oleh perokok aktif maupun perokok pasif. Selain itu aturan ini dibuat sebagai upaya menjaga kebersihan lingkungan dari polusi udara dan sisa pembakaran rokok (sakar).
Dan menurut Pasal 2 disebutkan bahwa ditetapkannya KTR adalah untuk melindungi hak asasi manusia dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya melalui pengendalian terhadap bahaya asap rokok.
Sungguh Peraturan Daerah yang bisa membuat masyarakat lebih sehat lagi.
Hanya sayangnya peraturan tetaplah peraturan. Meski ada sanksi, tetap saja dilanggar. Sebagian masyarakat masih tidak peduli dengan aturan. Sanksi jika melanggar didenda 5 juta atau membeli Al-Qur'an minimal 10 eksemplar untuk diwakafkan ke masjid dan mushola dianggap angin lalu oleh sebagian masyarakat maupun pegawai daerah. Masih banyak masyarakat yang merokok entah itu di tempat kerja, di angkutan umum dan di zona yang ditetapkan dalam Perda tersebut.
Penyebab masyarakat maupun pegawai yang melanggar aturan Perda pun beragam. Selain yang utama kurangnya kesadaran dari diri sendirinya, rokok sudah menjadi kebutuhan hidup, juga kurangnya pembinaan dalam pelaksanan Perda ini. Padahal jelas menurut Pasal 23 Perda tersebut menyebutkan bahwa harus ada pembinaan berupa fasilitasi, bimbingan dan penyuluhan, pemberdayaan masyarakat dan menyiapkan petunjuk teknis.
Kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah tanpa sering melakukan sidak atau inpeksi membuat para pegawai bebas merokok di jam kerja apalagi jika ditambah dengan pimpinan yang juga perokok aktif dan masih merokok di tempat kerja. Pimpinan saja melanggar aturan apalagi anak buahnya. Kawasan kerja tanpa asap rokok pun seakan menjadi angan-angan belaka. Begitu juga dengan fasilitas umum yang tetap digunakan sebagai kawasan merokok karena tidak adanya pengawasan di kawasan tersebut.
Sebaiknya Pemerintah lebih intensif dan bergerak lagi dalam melakukan sosialisasi maupun pembinaan tentang Perda KTR ini kepada masyarakat maupun pekerja. Agar masyarakat khususnya masyarakat yang pasif bisa terhindar dari bahaya asap rokok. Jangan sampai Peraturan yang sangat bagus ini hanya peraturan selewat belaka tanpa ada pengawasan maupun sanksi tegas bagi para perokok di ketujuh zona tersebut. Jangan sampai masih banyak masyarakat yang terkena imbasnya karena rokok maupun asap rokok.