Lihat ke Halaman Asli

Mira Miew

TERVERIFIKASI

ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

"Monolog Wanodja Soenda", Kisah Inspiratif Pahlawan Wanita Sunda

Diperbarui: 29 Januari 2020   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

"Perjuanganku hari ini bukanlah untuk hari esok, melainkan untuk ratusan tahun setelah hari esok"
~Monolog Wanodja Soenda"

Melihat postingan dari Maudy Koesnaedi tentang pementasan ini, jiwa seni saya langsung berontak. Tertarik banget lebih tepatnya apalagi mengangkat cerita dari pahlawan-pahlawan wanita Sunda yang belum banyak orang tahu termasuk saya sendiri selaku orang Sunda. 

Dan ketika saya mendapat undangan pada pementasan untuk kalangan media tanggal 28 Januari 2020, tentunya tidak saya sia-siakan kesempatan besar itu. Pementasan untuk umum sendiri berlangsung hari ini tanggal 29 Januari 2020 masih di lokasi yang sama, Grand Ballroom Hotel Savoy Homan Bandung.

Pementasan ini  berawal dari pertemuan Kang Wawan Sofwan seorang sutradara teater terkenal negeri ini dengan Heni Smith, Direktur dari The Lodge Group pada bulan Oktober 2019 di Bali. Kedua sosok hebat ini ingin berbuat sesuatu untuk perempuan-perempuan Sunda saat ini. Sampai akhirnya dibuatlah pementasan monolog tentang pahlawan-pahlawan wanita Sunda yang pementasan tersebut adalah "Monolog Wanodja Soenda"

Foto : Instagram Main Teater

Dalam press realease yang saya dapat, ada tiga tokoh pahlawan wanita Sunda yang diceritakan di monolog ini, yaitu Emma Poeradirejda (Rieke Diah Pitaloka), Raden Dewi Sartika (Sita Nursanti) dan R.A. Lasminingrat (Maudy Koesnaedi). Terpilihnya cerita tiga tokoh pahlawan Sunda ini karena belum banyak masyarakat yang tahu tentang mereka selain itu perlawanan mereka terwujud dalam setiap pergerakan dari perhimpunan para wanita yang pada masa itu mengalami diskriminasi.

Tiga tokoh Wanoja Sunda (Wanoja = perempuan yang sudah bersuami) dalam pergulatannya di bidangnya masing-masing yaitu bidang pendidikan dan politik. Mereka bukan hanya menginspirasi tapi juga lebih berani bertindak dan mengambil peran besar. 

Mereka membuktikan meski mengalami banyak penolakan dan penindasan tapi semangat mereka untuk menyalakan "api perlawanan" bisa dilakukan dengan khas dan cerdas. Tidak sedikit mreka mengorbankan apa yang mereka miliki bahkan sempt dianggap sesat, diasingkan oleh masyarakatnya sendiri. Hal ini justru membuat mereka yakin dan kuat serta berusaha memperbaiki situasi tersebut.

Ada satu titik yang menghubungkan ketiganya yaitu "keberanian menjadi". Dalam gerbang untuk mengalirkan apa yang telah diberikan oleh para pahlawan perempuan tersebut. Ini adalah semacam unggunan yang tidak pernah berhenti padam dalam cahaya perlawanan. Ini pun adalah langkah tegas yang tiada pernah terhenti dalam arus kesadaran perempuan.

Tiga Tokoh Pahlawan Perempuan Sunda

Emma Poeradirejda adalah Pahlawan Wanita Sunda yang bergerak di bidang politik yang pada tahun 1930 mendirikan Pasundan Istri (PASI) untuk menampung aspirasi kaum perempuan yang sering dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline