Lihat ke Halaman Asli

Mira Miew

TERVERIFIKASI

ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menjadi Saksi Cinta Maryam di Hari Kasih Sayang

Diperbarui: 15 Februari 2019   08:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Dokumentasi Summerland Films

Tanggal 14 Februari 2019 menjadi tanggal yang istimewa untuk saya.  Pada hari "kasih sayang", saya pun menikmati tontonan film yang memang bercerita tentang kasih sayang.

Film Ave Maryam.

Akhirnya saya menonton fim itu di event Plaza Indonesia Film Festival (PIFF), penantian dua tahun pun dengan banyak pertanyaan-pertanyaan sejak awal tahu proses syuting film ini pun akhirnya terjawab semua.  Tidak hanya cerita rangga dan cinta saya menunggu kisah cinta mereka, cerita Maryam dan Yosef pun sangat saya tunggu.  

Film Ave Maryam bercerita tentang pergolakan batin seorang biarawati bernama Maryam yang harus memilih antara cintanya kepada seorang pria yang dicintainya atau pengabdiannya kepada Tuhan.

Yang saya suka dari film ini adalah, film ini tidak terlalu banyak dialog tapi menampilkan banyak adegan yang "berbicara" . Seperti adegan di awal film ketika Maryam membuka jendela menghadap lautan, tangisan Maryam setelah pulang dari pantai dan diamnya Yosef, Suster Monik yang membutuhkan Maryam dan banyak adegan lain. Sampai-sampai saya menerka-nerka makna dari setiap adegan itu.  Plot adegan ini tidak membosankan. Justru semakin membuat penasaran, adegan apalagi yang akan terjadi.

Yang paling saya sukai dari film ini adalah visual dari film ini luar biasa. Pengambilan gambar di tiap adegan yang pas membuat adegan semakin hidup lagi. Pemilihan lokasi film di Semarang yang banyak bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, asrama biarawati yang sangat artistik dengan perabotan-perabotan tua membuat visual film ini semakin ciamik. Scooring dan soundtrack musik di film ini juga terbaik. Menonton film ini membuat saya ingin kembali ke Semarang dan menikmati berbagai sudut kota lamanya.

Lantunan nyanyian Aimee Saras apalagi ketika adegan di sekitar hutan pinus menambah semakin hidup adegan film tersebut dan buat saya menjadi salah salah satu soundtrack dan scooring film terbaik yang pernah saya dengar.

Idola saya, Maudy Koesnaedi tampil cemerlang di film ini. Tanpa banyak dialog tapi mampu menjadi sosok Maryam yang penuh pengabdian namun bisa goyah ketika bertemu lelaki yang dicintainya. Maudy Koesnaedi benar-benar keluar dari tokoh Zaenab maupun Inggit Ganarsih, peran yang selama ini sangat melekat padanya.  Saya ikut terbawa emosi ketika Maryam menangis di mobil, bisa merasakan feel dan pergolakan batin Maryam.

Begitu juga dengan Tuti Kirana yang memerankan Suster Monik yang digambarkan sebagai sosok yang banyak menyimpan "cerita penuh misteri ." . Sosok yang diawal terkesan dingin namun kemudian mengerti betul perasaan Maryam. Wajarlah kalau Tuti Kirana terpilih sebagai Aktris Pendukung Terbaik Pilihan Tempo, karena memang aktingnya di film ini luar biasa.

Begitu juga dengan keberadaan pemain lain seperti  Chicco Jericko yang tampil apik sebagai Pastur nyentrik di film ini. Olga Lydia yang berperan sebagai Suster Mila sahabat Maryam tempat segala keluh kesah Maryam., Joko Anwar, Nathania Angela dan para pemain yang menjadi biarawati, peran mereka jelas tak bisa diabaikan.

Yang menjadi juaranya jelas Sang Sutradara sekaligus penulis skenario, Ertanto Robby Soediskam yang berhasil membuat cerita sederhana tapi menjadi kaya visual indah dan sarat makna. Pemilihan casting dan lokasi pengambilan yang tepat membuat film ini layak diapresiasi dan wajar sering wara-wiri di berbagai festival film internasional dan semoga dapat diapresiasi lagi dengan baik di negeri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline