Lihat ke Halaman Asli

Miqdad Husein

Aktivis Keagamaan

Gibran dan Keputusan MK Tidak Lagi Penting

Diperbarui: 5 November 2023   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menunggu keputusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bukan lagi soal Gibran batal atau tidak batal menjadi Cawapres Prabowo. Tidak penting lagi persoalan pencapresan itu sekalipun menggunakan jalan berliku  -seperti diberitakan dua media nasional diduga melibatkan permainan kalangan Istana. Jadi, lupakan soal Gibran menjadi Cawapres. Tidak penting lagi bahkan soal pasangan itu menang atau kalah, sama tidak pentingnya.

Keputusan MK perkara nomor 90 pun juga tidak  lagi penting menjadi perbincangan terkait apakah sah atau tidak. Apakah dapat dibatalkan atau tidak. Undang-undang kehakiman memang memberi ruang pembatalan jika hakim yang mengadili melanggar etika. Namun, UU tentang MK Nomor 24 tahun 2003 dan UUD 1945 pasal 24 C sangat tegas menyebut keputusan MK itu final dan mengikat. Selesai.

Lalu apa masalah utama? Bagaimana masa depan MK  setelah kesemrawutan dan persekongkolan. Itu  masalah utama   yang kadang agak terabaikan dan dilupakan masyarakat. Kondisi MK sekarang dapat menjadi kabut berbahaya bagi eksistensi negeri ini. Yang dapat merusak kedamaian negeri ini. Yang dapat memantik konflik horizontal, yang dapat memporakporakdakan NKRI.

Wibawa dan maruah MK sudah babak belur. Mencapai titik terendah. Itu artinya MK yang selama ini menjadi tempat mengadu dan menyeleseikan sengketa politik seperti Pilpres 2024 terancam tidak dapat dipercaya. Keputusan apapun dari sebuah lembaga yang tidak dipercaya, yang kehilangan kepercayaan dari mereka yang bersengketa dapat menjadi pembenaran untuk bertindak di luar hukum.

Keputusan MK, yang bisa jadi mengecewakan walau benar sekalipun karena sudah tidak dipercaya, dijadikan landasan bertindak untuk melawan. Keputusan MK yang bersifat final dan mengikat, membuat mereka yang tak puas akan menempuh jalan melalui berbagai tindakan jalanan, karena merasa tidak ada lagi jalan normatif yang dapat ditempuh.

Tentu masih ingat demo protes besar-besaran pada Mei, pasca Pilpres 2019. Saat itu MK masih berjalan normal, proses persidangan berjalan terbuka sehingga seluruh rakyat negeri ini dapat menyaksikan langsung ke lokasi maupun lewat media elektronik. Namun tetap saja aksi protes berjalan massif dan sistematis. Bisa dibayangkan jika yang memproses sengketa Pilpres 2024 Hakim MK saat sekarang yang bukan hanya telah kehilangan kepercayaan bahkan menjadi sasaran sumpah serapah.

Aneh jika seorang politisi Gerindra Habiburakhman masih bicara hal elementer soal pencegalan Gibran menjadi Cawapres. Ia pura-pura tidak tahu betapa dasyat demonstrasi yang dipelopori kader-kader partainya memprotes keputusan MK melalui demo merusak pada Mei 2019 hingga menimbulkan korban 10 nyawa melayang. 

Dengan kondisi MK seperti sekarang, bukan pihak yang bersengketa saja, yang tak puas, yang akan memantik konflik. Mereka yang selama ini berkepentingan dan sudah lama mengintai agar negeri ini porak poranda akan menjadikan kondisi MK sekarang ini sebagai investasi untuk menciptakan konflik horizontal. Sangat mengerikan.

Karena itu MKMK harus mengambil keputusan tegas mengembalikan marwah MK dengan memecat hakim MK yang terbukti terlibat persengkokolan. Demikian pula, para pihak yang mengaduk-aduk MK perlu diseret ke pengadilan bila ada bukti cukup. 

Jika MK tidak dibenahi, bahaya mengintai negeri ini. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline