Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Iqbal Awaludien

Penulis konten suka-suka!

Setiap Profesi Punya Risiko dan Konsekuensi, Begitu Pesan Film "In Bruges"

Diperbarui: 10 Desember 2020   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fanart.tv

Setiap profesi memiliki risiko, apa pun itu. Besar dan kecilnya risiko bergantung pada sudut pandang. Seorang pekerja kilang minyak lepas pantai yang dilihat dari perspektif seorang back office bank merupakan profesi berbahaya, belum tentu seperti itu menurut dirinya.

Begitu juga seorang account executive (AE) ahensi yang melulu berkutat  menyelaraskan statement of work (SOW), menghitung billing, dan menjadi client service, medannya belum tentu tidak lebih berbahaya dibandingkan profesi sky service, misalnya. Lha, siapa yang tahu, kalau tiba-tiba AC jatuh saat si AE lagi merekap revisi untuk divisi kreatif dari klien kemudian tersengat listrik. Amit-amit.

Yang jelas intinya begini. Ketika kita memutuskan untuk memilih sebuah profesi, kita harus siap dengan segala risikonya. Jangan seperti Ray (Colin Farrel) dalam film In Bruges (2008) arahan sutradara Martin McDonagh. Baru saja mendapat tugas menjadi pembunuh bayaran, ia tak sengaja membunuh. Pembunuh bayaran tak sengaja membunuh?

Membunuh anak kecil maksudnya.

Twitter/@lemonwatkins

Inilah plot yang menggerakkan In Bruges, karya sinematik tentang pembunuh bayaran yang bisa dianggap "berbeda". Jangan berharap ada adegan-adegan aksi jumpalitan dengan intensitas tinggi seperti trilogi John Wick ataupun film hitman senada kayak Wanted (2008) dan Kill Bill (2004), In Bruges adalah melankolia pembunuh bayaran yang sedang menyesali perbuatannya.

Tidak menarik dong? Justru menarik saya pikir. Di sini, sisi humanis seorang pembunuh bayaran dieksplorasi. Mulai dari kode etik tak tertulis pembunuh bayaran yang dilarang membunuh anak kecil, kecintaan Ken (rekan Ray yang diperankan oleh Brendan Glesson) pada membaca dan sejarah, atau Harry (Ralph Fiennes), bos Ray dan Ken yang kejam tapi sangat mencintai anak kecil.

Di bagian akhir sebetulnya ada adegan aksi yang menjurus ke adegan gore. Namun tidak terasa mengganggu, justru artistik, karena merupakan kulminasi dari sebuah konflik yang sudah dibangun sejak awal film. Dan di bagian ending, kita bakal dibuat setuju bahwa In Bruges layak disebut sebagai cult movies.

Setiap Prinsip dan Perbuatan Punya Konsekuensi

Secara eksplisit film ini berpesan bahwa setiap orang layak mendapat kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan, sebesar apa pun itu. Seperti diutarakan Ken di sebuah taman kepada Ray.

"Pergilah ke suatu tempat. Berhenti membunuh dan lakukan hal baik. Kau takkan membantu siapa pun jika mati. Anak itu takkan hidup kembali. Tapi kau bisa selamatkan anak lain"

Adegan ini saya pikir begitu emosional. Awalnya, Ken ditugaskan untuk membunuh Ray oleh Harry di Bruges, tapi saat kesempatan itu sudah ada di depan mata, ia melihat Ray sedang menodongkan pistol ke kepala.. Apa yang kemudian terjadi? Ia malah mencegah Ray bunuh diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline