Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Iqbal Awaludien

Penulis konten suka-suka!

Belajar Menjalani Kehilangan dari "Manchester by The Sea"

Diperbarui: 1 Desember 2020   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber image: www.nybooks.com

Sebuah film yang mudah diikuti. Apalagi kalau Anda seseorang yang sangat menggemari film drama keluarga. Manchester By the Sea (2016) adalah sebuah karya sinematik yang agung tentang kesunyian, perasaan depresif dan kehilangan, juga akting yang memikat.

Ini bisa dibilang film tentang kehidupan itu sendiri. Tetap fiksi, karena tidak mencantumkan credit "Berdasarkan Kisah Nyata". Namun, kisah dan konflik yang disajikan bisa menimpa kita semua. Tidak peduli Anda berasal dari belahan bumi mana dan berlatar belakang apa.  

Buat Anda yang kuat dan suka menonton film sepi seperti Paterson (2016), film yang isinya cuma dialog semacam Before Sunrise (1995), dan drama keluarga dengan humor tipis-tipis, kemungkinan besar akan menyukai Manchester By the Sea. 

Siap-siap saja, selama dua jam lebih Anda akan disajikan kehidupan Lee Chandler (Casey Affleck), nelayan pemabuk yang akibat keteledorannya saat teler, menyebabkan tiga orang anaknya terbakar hidup-hidup di dalam rumah. Beserta Patrick Chandler (Lucas Hedges), keponakan Lee, anak SMA yang baru saja berkabung atas kematian ayahnya -- Kakak Lee.

Kematian orang-orang yang dicintai menjadi plot penting bahkan bisa dikatakan premis utama dari film. Karena memang, Manchester by The Sea merupakan cerita tentang interaksi antara Lee dan Patrick. 

Paman dan keponakan yang berbeda generasi tapi sama-sama mengalami kehilangan. Dari sini, menariknya, kita dipaksa (dengan ikhlas) untuk melihat cara berbeda yang mereka pilih untuk menyembuhkan luka.

Lee, sebelum kejadian nahas itu terjadi, adalah pribadi ceria yang sangat menikmati hidup. Memiliki istri yang cantik, Randi (Michelle Williams), dan ketiga orang anak yang imut. Lalu, pasca tragedi, ia berubah menjadi seorang antisosial, tak ramah, dan menarik diri dari society. Randi pun meninggalkannya bahkan mengutuknya.

Sementara Patrick seakan tidak ambil pusing atas kematian ayahnya. Padahal, di dalam suatu adegan jelas-jelas ia menangis terisak-isak di depan kulkas, dan saat ditanya Lee, Patrick tak dapat menjelaskan mengapa. 

Berbeda dengan pamannya yang memilih menjadi pemurung, Patrick justru aktif mencari kesibukan. Mulai dari bermain band sampai memacari banyak gadis. Pelarian tipikal seorang anak muda, bukan? Hehe.

Sumber gambar: www.dvdizzy.com

Tidak ada taburan pesan dan khotbah di dalam film. Hal ini bagus, mengingat kalimat berbusa-busa yang motivasional sering kali bikin pengin muntah. Akibatnya, film jadi kehilangan sisi hiburan dan perkembangan karakter karena semuanya disetir kata-kata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline