Lihat ke Halaman Asli

Perempuan-perempuan Tangguh

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjelang senja, dari depan pomp bensin Jl. Otista Raya, Jatinegara, rute biasa tempatku naik dan turun bus menuju ke kantor ataupun sepulangnya. Hal diluar kebiasaan, entah kenapa hari ini kebiasaan pulang agak larut malam patah karena aku diburu oleh suatu kepentingan.
Seperti biasa, kejar-kejaran dengan lampu merah. Belum lagi masih mengejar bus yang biasanya meledekku dengan berhenti selalu menjauh dari halte. Lagu rutin. Penumpang penuh sesak, juga biasa. Pengamen, wajah yang tak asing....Itu-itu juga. Tak ada yang aneh....

Yang agak istimewa... Ketika baru saja seorang Ibu mempersilahkan ku duduk di bangku kosong disisinya, seorang Ibu pula (sebut saja Ibu Penyair)yang semula berdiri bersisihan dengan ku mengambil posisi ke tengah penumpang. Perawakannya terbilang bersih untuk ukuran perempuan yang terbiasa beraktivitas dalam keramaian lalu lintas. Usianya kira-kira sepadan dengan Bundaku. Tutur katanya pun cukup terpelajar dan penuh tata krama. Tebak apa yang beliau lakukan???
BERPUISI..... Tapi menurutku bukan puisi sembarangan seperti yang sering ku dengar ketika berdesakan dalam bus. Puisi yang ku yakini, rangkuman perjalanan hidupnya. Kata-kata yang indah tertata namun terasa agak miris untuk disimak.
Selesai, beliau pun melangkah ke arah barisan bangku belakang bus, persis dihadapan ku. Mohon permisi pada Ibu yang duduk disebelahku untuk meraih gelas air mineral yang telah setengahnya habis direguk. Tak lama Ibu disebelahku turun dan Ibu Penyair duduk disebelah sambil mengajakku berbincang. Dari logat yang "Njawani" aku beranikan diri mengajaknya berbincang dengan bahasa jawa yang agak belepotan (tapi tetap PD).
Yang ku tahu, daerah kelahiran Ibu Penyair itu di Magelang. Hampir 12 tahun hijrah ke Ibukota, dengan alasan ingin menutup luka lama "Rumah Tangga Yang Berantakan" sejak sang putra berumur 3 tahun. Hal yang biasa pula. Tapi yang membuatku tertarik, setiap pedagang asongan yang singgah selalu dibelinya isi dagangan apapun itu. Seperti sudah langganan.

Ternyata, perempuan yang sepenglihatan aku hidupnya pun dari merangkai kata yang dihargai dengan lembar ribuan bahkan koin lima ratusan, jiwa sosialnya lebih peka dibanding aku.
Seceritanya dan sepengamatan aku Ibu Penyair orang yang "Gak Tegaan"....Alasannya?
Tiap bertemu anak jalanan, stok makanan kecil ataupun permen selalu disodorkannya, pada tiap pedagang asongan selalu dibelinya meski beliau tidak membutuhkan barang yang dibarternya dengan receh yang dia punya. Itu yang membuat Ibu Penyair istimewa dimataku. Ibu yang berjuang untuk menghidupi putranya tapi masih terlalu peduli dengan orang-orang yang sama kurang beruntung dengan dirinya. Perempuan Tangguh.

Sebelumnya, saat masih dikantor pun aku dapat sms dari kawan yang begitu memuja Miminya, karena perjuangan Sang Bunda yang gigih sebagai orang tua tunggal dalam menghidupi dan mendidik ketiga putranya. Isi smsnya "Kasih Ibu kepada beta....tak terhingga sepanjang masa... Jarak ...." yang intinya Sang Bunda masih begitu perhatian pada putranya meski jarak terpisah, meski sekedar makanan yang mungkin jumlahnya tak banyak tapi rasa sayang yang terpancar dari pemberian itu yang jadi membuat hatiku makin tertegun...

Betapa Ibu yang selalu ku anggap orang yang berseberangan dengan ku, saat ku resapi dalam-dalam perjuangannya terlalu besar untuk terbalas dengan apa yang mampu ku beri saat ini. Mampukan aku setangguh beliau-beliau....Bundaku, Mimi dan juga Ibu Penyair itu? Karena aku merasa teramat cengeng dengan hidupku.

Dalam lembayung senja....Jakarta, 22 Maret 2010




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline