Lihat ke Halaman Asli

Mirasantika

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Tetap Merdeka di Tahun Penuh Duka

Diperbarui: 17 Agustus 2020   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kita, bangsa Indonesia masih tetap merdeka dan akan tetap merdeka."

Tahun ini adalah tahun yang tak lagi sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Bukan tahun istimewa, melainkan tahun duka. Sejak tahun ini bermula, dunia telah dilanda duka. Tidak ada yang tidak terkena imbasnya, termasuk bangsa kita, bangsa Indonesia.

Bagai sesuatu yang terjadi secara spontan, tanpa rencana apalagi setingan, bencana itu datang dan dengan tiba-tiba mengubah peradaban. Duka, tangis, lara, dan sengsara, semua insan di dunia merasakannya. Ketika seseorang ditinggal keluarganya berpulang pada Yang MahaKuasa, akibat bencana yang tak kasat mata, menjadikannya bagai sebatang kara, siapa yang tak iba? Ketika seorang kepala keluarga tak mampu lagi memberi makan keluarganya, akibat bencana tak kasat mata yang membuatnya kehilangan pekerjaannya, siapa pula yang tak iba? Tangis kehilangan, tangis kelaparan, tangis penderitaan, dan tangis kesengsaraan terdengar dari seluruh penjuru dunia. Inilah tangis duka sedunia. 

Banyak pasangan kekasih yang telah memutuskan untuk menjalin rumah tangga, tetapi harus tertunda, lagi-lagi karena bencana tak kasat mata. Para pelajar yang hendak merampungkan studinya alias wisuda pun harus tertunda meski sudah ada alternatifnya. Bukan hanya itu saja, melainkan hampir semua kegiatan harus tertunda untuk waktu yang belum ditentukan.

Mendadak dunia menjadi penuh dengan ketidakpastian. Mendadak yang normal jadi tidak normal. Mendadak yang dekat jadi berjarak. Mendadak yang ramai jadi sepi. Mendadak dunia penuh dengan perubahan tata cara kehidupan. Semua serba mendadak. Membuat semua lapisan masyarakat merasakan keresahan. Tidak ada yang tisak pusing. Pemerintah pusing. Rakyat pusing.

Bangsa kita dibuat pusing oleh sesuatu yang tak terlihat. Bukan santet, bukan pula kutukan, melainkan virus. Sesuatu yang merupakan peralihan antara makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Tak jelas dia makhluk hidup atau bukan, tapi wujudnya yang tak kasat mata membuat sebagian besar makhkuk hidup di dunia kelabakan.

"Zaman sekarang zaman edan. Kita dijajah. Kita ini sedang dijajah. Bedanya kalau dulu kita dijajah oleh sesuatu yang terlihat, tapi sekarang kita dijajah oleh sesuatu yang tidak terlihat." Seorang tua bangka yang sudah lanjut usia berkata dengan entengnya. 

Benar juga. Tak ada salahnya beliau berkata. Toh beliau telah hidup lama dan telah banyak makan garam kehidupan. Bangsa kita dijajah oleh sesuatu yang tidak terlihat. Bagai dikeroyok musuh dalam kegelapan. Tentu kocar-kacir. Untuk mencari cahaya penerangan saja susah, apalagi mengalahkan musuh?

Sebenarnya bangsa kita mampu mengalahkan musuh dalam kegelapan karena bangsa kita dilahirkan dari bangsa kita yang dahulu, yang sangat mumpuni dalam olah kanuragan, yang memiliki kesaktian sehingga musuh dalam kegelapan pun terkalahkan.

Namun, bangsa kita saat ini dihadapkan dengan musuh yang luar biasa. Bagaikan semut hitam di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Musuh itu tak berwujud dan menyatu dalam kegelapan.

Musuh itu belum juga terkalahkan hingga kini bangsa kita merayakan kemerdekaan. Bangsa kita telah merdeka 75 tahun yang lalu. Selama 75 tahun ini perjalanan bangsa kita tak melulu mulus seperti jalan tol. Ibarat kapal yang sedang berlayar, badai, angin, dan goncangan-goncangan telah kita taklukkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline