Untuk menjadi sebuah kokoh tinggi menjulang dan berbuah lebat, sebatang pohon harus bersabar sejak dalam wujud benih. Butuh waktu dan tekad hingga ia akhirnya mampu menjadi pelindung bagi yang lain.
Telah lewat satu dekade perkenalan saya dengan XL. Sejak provider ini dulu lebih dikenal dengan sebutan 'jempol' dan 'bebas'. Tidak paham apa beda jempol dan bebas. Bagi seorang gadis berseragam abu putih kala itu tak terlampau penting ada bedanya yang paling utama adalah berapa harga dan berapa banyak promo murahnya.
Memang benar awal mula memilih XL karena harga terjangkau bagi pelajar yang punya ponsel untuk pertama kalinya. Saya masih ingat, ponsel silver dari merk Motorola dengan layar biru dan monoponik; tak usahlah berharap bisa koneksi internet, terhubung radio pun tak bisa. Tapi tak masalah, slogan saya (dan teman teman) kala itu adalah "tak penting apa henponmu, yang penting kita bisa sms-an".
Apalah arti ponsel jika tanpa sinyal. Apalah arti provider mahal jika sinyal tak menjangkau rumahmu. Maka saya bersyukur bertemu XL (jempol) yang langsung membuat saya sumringah dan bisa membantu saya berkenalan dengan gebetan kala itu. Modal 5000 rupiah perminggu bisa mendekatkan yang jauh dan mengenalkan yang tak kenal.
Hubungan Sosial
Sejak kenal XL hubungan sosial saya semakin baik.
Saya berkawan dengan banyak orang bahkan dari luar kota. Saat itu belum marak internet, Facebook belum lahir. SMS dan telpon semacam percikan kenikmatan surga.
XL telah benar-benar menjadi teman yang bisa diandalkan bahkan sampai detik ini.
Satu dekade lebih saya menjadi konsumen XL tanpa pernah berniat ganti ke lain hati. Tercatat sejak tahun 2006 sampai detik ini nomer utama saya hanya berganti satu kali dan dua-duanya XL. Berganti pun karena saat itu ponsel hilang kecopetan dan saat itu tidak tahu di mana pula bagaimana cara mengurus nomer yang hilang. Terpaksa beli perdana baru, tetap XL dan awet sampai hari ini. Jadi bisa disimpulkan nomer ponsel saya hari ini adalah nomer saya sejak sepuluh tahun yang lalu.
Nomer cantik
Tengah bulan lalu saya datang ke gedung XL center di Yogyakarta (lokasinya berada di Utara kampus UIN SUKA). Itu adalah kali kedua sepanjang karir saya sebagai pengguna setia XL mengunjungi XL center. Bukan untuk komplain. Kali pertama datang beberapa bulan lampau karena alasan kartu terbakar sebab terlewat masa tenggang dan minta agar kartu diaktifkan kembali.
Kedua kali datang untuk berkabar sekaligus minta penggantian kartu yang hilang (kecopetan) dengan nomer yang sama persis dengan nomer sepanjang 10 tahun ini.
Hawa sejuk ruang berAC menghampiri ketika saya membuka pintu masuk. Begitu ambil antrian, bahkan masih di depan mesin pengambil tiket antri, nomer antrian saya sudah dipanggil untuk menghadap CS.
Dengan ramah Mas Ardy (jika saya tidak salah ingat nama) CS XL center menyambut dan mendengar aduan saya.
"Ada yang bisa dibantu?" Seperti biasa pertanyaan itu meluncur.
"Saya kehilangan ponsel. Mau minta nomer baru."
"Nomernya berapa biar saya cek?"
Seperti yang sudah bisa ditebak obrolan selanjutnya masih berkutat dengan nomer dan identitas.