Lihat ke Halaman Asli

Aku Perspektif N Driyarkara

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pribadi Yang Harus Mempribadikan Diri

Manusia itulah berdiri sendiri, secara berdaulat, swadiri, merupakan pribadi atau pesona. Akan tetapi, ia masih harus mempribadikan diri. Berkat kerohaniannya manusia sejak adanya sudah merupakan pribadi. Akan tetapi, karena kejasmaniannya manusia itu bersifat evolutif. Artinya, kedewasaan sebagai pribadi harus dicapai taraf demi taraf, masih harus diisi. Bagi hewan, isi itu sudah tertulis, sudah tetap, semua sudah dipastikan oleh dan dalam kodratnya.
Manusia juga mempunyai kodrat. Ia adalah kodrat yang harus menentukan. Jadi terletaklah dalam kodratnya bahwa ia harus menjadi swadiri dan berdaulat. Pada dirinya terdapat dorongan-dorongan ke arah itu. Di samping itu, ada juga ketentuan lain. Ketentuan dan kepastian yang dibawa oleh berbagai macam keadaan, baik dalam diri sendiri maupun dari sekitarnya. Untuk menyelami apa yang disebut kepribadiaan, ingatlah bahwa diantara berbagai macam ketentuan dan keadaan yang melekat pada diri manusia terdapat dorongan-dorongan yang kita sebut “anarkis”, perusak. Jika pada diri manusia terdapat dorongan untuk melaksanakan pancasila, disamping itu terdapat juga dorongan anti-pancasila.

Manusia dapat juga menyerah pada dorongan-dorongan itu. Jika itu terjadi, ia menyerahkan kedaulatannya, menghianati takhtanya, memperbudakan dirinya. Pribadinya tidak menjadi kepribadian, melainkan pribadi yang terjerumus. Dengan demikian, ia betul-betul berdaulat. Ia memiliki dan menguasai dirinya sendiri secara sintetis sehingga dirinya merupakan harmonia, keselarasan. Akan tetapi, untuk menjadi kepribadian, manusia tidak harus mencapai puncak yang tertinggi, yang memang tidak akan tercapai selama manusia hidup dalam alam yang fana ini. Jadi, apakah yang disebut kepribadian? Status perkembangan diri yang sedemikian rupa sehingga manusia keseluruhan yang tetap, sentosa, dan harmonis.

Kepribadian Dan Kebangsaan.

Aku sebagai pusat identitas pribadi ditangkap sebagai suatu bagian dari keseluruhan yang berada bersama, sehingga ia merupakan kesatuan dari orang lain. Dalam mempribadikan bersama itu manusia membangun kesatuan yang disebut kebangsaan. Inilah permulaan dari apa yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi Negara.
Manusia itu pribadi. Akan tetapi, pribadi yang masih harus mempribadikan diri sehingga menjadi kepribadian. Pribadi itu dijalankan bersama-sama dengan sesama manusia. Negara tidak hanya menjadi tanggung jawab mereka yang dipilih bedasarkan suara mayoritas, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab semua elemen warga negara. Sebagai warga negara, tidak bertanya tentang apa yang sudah negara berikan untuk warganya?, melainkan bersama-sama memberikan yang terbaik untuk negara, demi kepentingan dan kesejahteraan banyak orang (Salus Populi Suprema Lex) “ Kesejahteraan Rakyat adalah Hukum Tertinggi”

Sebagai warga negara, ini adalah tugas pokok yang harus dijalankan, dimana relasi vertikal dan relasi horisontal memainkan peran yang sangat sentral. Artinya antara warga dan negara terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, tidak berat sebelah ataupun pilih kasih. Dalam kehidupan sehari-hari warga negara yang baik adalah mau meleburkan diri kedalam tatanan publik dan dengan kerelaan hati ikut ambil bagian dalam wacana publik. Dengan demikian konsep aku sebagai warga negara tidak hanya menjadi konsep yang das sollen (yang ideal/formal) melainkan mesti terwujud menjadi das sein (realitas/fakta).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline