Memutuskan untuk menjadi seorang single parent bukanlah hal yang mudah . Bagi sebagian orang akan memandang sebelah mata dan selalu mengadili sepihak keputusan ini. Saat saya memutuskan semua ini hampir semua orang menyalahkan saya, menghakimi saya dengan begitu banyak hujatan dan tindakan memojokan saya. Dengan alasan karena terlanjur mengambil keputusan untuk berkeluarga, bertanggung jawab atas buah hatiadalah hal yangwajar bagi semua orang menjadikan perpisahan adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Saat orang kemudian mempertanyakan kepada saya sangat sulit membukafakta bahwa pertanggungjawaban atas alasan di atas agar itulah semua keputusan ini saya ambil.
Menjalani hidup dengan sekian kali “terjatuh” bukanlah hal yang mudah meskipun sekian kali pula saya “bangkit” untuk melanjutkan hidup ini demi apa yang sudah Tuhan percayakan dalam hidup saya. Bukan perkara mudah saat berhadapan dengan lingkungan sosial yang mengedepankan status, bukan perkara yang mudah pula membuat lingkungan bisa menerima keputusan saya. Tapi buat saya melanjutkan hidup dengan semangat dan yakin bahwa semuanya akan menjadi lebih baik membuat Tuhan membukakan begitu banyak pintu untuk saya bisa lewati. Pintu rejeki, Pintu persahabatan dan Pintu harapan . Di luar sana bukan lagi masalah status yang diperdebatkan tapi pribadi yang mampu membuat setiap perkara hidup ini menjadi lebih berarti pada posisinya.
Saya mengidolakan dosen kesekretariatan saya waktu di jurusan sekretaris Politeknik Negeri Bali, Ibu Eny…. Beliau mengatakan masa lalu yang sakit akan terasa dua kali sakit yaitu waktu kita menjalani dan waktu kita menceritakannya kembali. Tapi ada opsi lain yang bisa kita dapatkan saat menceritakan kepahitan hidup apakah kita bisa menceritakan pengalaman itu kemudian membuat siapa saja kemudian menjadikan cerita kita hanya sebuah cerita telenovela atau sebaliknya memberi opsi “luar biasa” untuk sebuah perjuangan hidup. Tak ada yang bisa memastikan apapun di dunia ini kecuali kematian. Kepastian itu adalah sebuah harapan yang belum bisa kita pegang, tapi kita tak bisa menjalani semuanya begitu saja seperti air mengalir. Semua adalah kemauan kita, semua adalah pilihan kita. Tuhan tidak akan membimbing kita melewati hal yang tidak kita mau. Keiklasan akan membuka hati kita untuk bisa menerima apapun yang orang lakukan . Pekerjaan dan pergaulan kita di lingkungan sosial akan memberikan energy positif jika kita bisa membuka hati kita. Iklas menjalani pilihan hidup bukan berarti menerima apa adanya. Semua ini kembali akan kemauan kita untuk menjadikan hidup jauh lebih baik dari hari kemaren. Jika tadi pagi saat saya membuka mata saya dan mendapati saya diberikan kesempatan untuk hidup hari ini, tak terbayar rasa syukur untuk bisa mengisi satu hari ini jauh lebih baik dari hari kemaren yang sudah terlewati. Hari esok belum ada jadi saya tak perlu memikirkannya apalagi mengkhawatirkannya.
Saat sekian waktu terlewati hanya boleh saya jadikan cermin untuk membuat hidup ini lebih bermanfaat. Hanya sebuah senyuman saja bisa merubah hidup saya menjadi selangkah lebih baik . Kegagalan bukan berarti kekalahan mutlak sehingga saya harus berhenti berharap dalam setiap hal. Hidup bukan permainan atau sebuah kompetisi yang nantinya akan ada pemenang atau ada yang kalah. Hidup bukan perkara Bisa atau tidak tapi Mau atau tidak. Apapun yang saya jalankan dengan status saya, saya tetap bersyukur dan iklas , saya tidak pernah terpaku pada satu pintu yang sudah tertutup, karena mata saya tidak akan dapat melihat pintu lain yang dibukakan untuk saya.
Semoga tak ada lagi wanita yang merasa mengambil keputusan yang sama dengan saya menjadi hidup ini terhenti dan tidak menjadi miliknya lagi……MKT 041114
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H