Lihat ke Halaman Asli

Ines Lesawengen

Bachelor of Political Science

Suara dari Keheningan

Diperbarui: 31 Desember 2021   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Aduhai jiwa penikmat waktu, adakah engkau tahu, dalam keterpakuan jiwa yang meratap. Ia cari sentuhanmu di dalam gelap. Ia panggil namamu lewat semilir angin. Satu yang diingin, sentuhanmu hadir. Membawa kejernihan yang mengalir. Ia sudah melewati kegelisahan melawan sepi.

Tajamnya pisau sang waktu mengikis, sedikit demi sedikit waktu telah berakhir. Banyak cerita yang sudah terbentuk. Banyak narasi yang sudah ditempuh. Senang serta duka. Senyuman serta tawa. Serta tentunya beberapa kesalahan yang dibuat. Lewatlah sudah hari-hari penyesalan dan rasa bersalah. Kamar-kamar itu penuh kegelapan. Mohon doa pengampunan pada sang Ilahi dan beri maaf pada yang melakukan salah.

Kita adalah bagian dari waktu, mengikuti putaran demi putaran, jalan terjal dan berliku, itu adalah ujian. Bertempat pada gelanggang kehidupan, roda-roda terus melaju, seakan waktu terus dipacu, demi menggapai sebuah harapan.

Hati akan mati tanpa iman. Hari ini adalah kenyataan, semalam adalah kenangan, esok adalah impian. Sucikan hati, jernihkan pikiran menyongsong indah dan terangnya matahari. Saatnya bergerak dengan keberanian, penuh keyakinan dan harapan. Mari kita mulai dengan pemikiran optimis.

Berharap datangnya masa selalu menjadi pinta. Itulah sepotong doa, tanpa terucap namun penuh harap pada Tuhan Maha Penyayang.

Berharap akan dapat bertemu, dengan wujud harapan. Semoga asa dan cita, segera mewujud dalam nyata. Kubungkus setitik harapan. Kujadikan ia pucuk pucuk doa di ujung waktu.

Semoga terbang ke samudera langit tinggi, kuharap semoga ia akan menjadi ribuan pelangi indah setelah badai berlalu. Semoga dunia ini mengetahui suara lembut dari keheningan.

Semoga ia menenangkan semua amarahnya dan memperlambat langkahnya dari kesibukan. Semoga kita semua mendengar suara kegembiraan dan singkirkan semua yang menyakitkan, dan yang menghancurkan.

Semoga tiada tertipu pulang kecewa. Melainkan tetesan sejuk kian terasa, pinta wajah bersimbah senyum bertudung mawar. Menyadarkan bahwa itu sebagai kasih-Mu.

Mulailah mengeja arif kembali. Semoga lebih fasih dari arif sebelumnya. Karena arif yang sebelumnya, sebagai jalan kedewasaan. Maka, jangan anggap sama saja! Jadilah hamba lebih bermakna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline