Sebuah review ditulis oleh Elysa (IG: elysaratna), S2 Pendidikan Bahasa Inggris, UPI, Bandung.
“Keep your dreams alive. Understand to achieve anything requires faith and belief in yourself, vision, hard work, determination, and dedication. Remember all things are possible for those who believe.” – Gail Devers
“Inspirasi Paman Sam” adalah salah satu buku yang ditulis oleh Sang Penggagas Sekolah TOEFL, Budi Waluyo. Buku ini merupakan buku terbaru beliau yang terbit di tahun 2015 ini. Sang Penulis, Budi Waluyo, adalah seorang Mahasiswa Ph.D, bidang Comparative and International Education di Lehigh University, Amerika Serikat. Beliau merupakan peraih beasiswa S3 Fulbright Presidential Scholarship. Sebelumnya, beliau meraih beasiswa S2 International Fellowships Program Ford Foundation yang membawanya studi S2 di University of Manchester, Inggris.
Amerika Serikat, dikenal juga sebagai negeri Paman Sam, termasuk negara terbesar di dunia. Banyak sekali orang yang sangat memimpikan untuk bisa bersekolah atau melanjutkan studinya di sana, di negeri Paman Sam. Kemajuan teknologi, kualitas pendidikannya yang dianggap lebih baik dari negara-negara lainnya, serta alasan-alasan lain yang menggoda para pelajar dari seluruh penjuru di dunia untuk bisa bersekolah di sana. Begitu pun dengan sang Penulis, keinginannya untuk bisa bersekolah di Amerika adalah untuk mewujudkan cita-cita sewaktu kecilnya, yaitu bisa merayakan ulang tahunnya bersamaan dengan perayaan hari kemerdekaan Amerika yang jatuh pada tanggal 4 Juli.
Bila kita lihat, hal yang memotivasi sang Penulis untuk bisa bersekolah ke Amerika Serikat berasal dari cita-cita sederhana seorang anak, Budi kecil, yang bermimpi merayakan ulang tahunnya bersama dengan ribuan bahkan jutaan warga di negara Paman Sam. Dengan impian masa kecilnya itu telah mengantarkan sang Penulis menuju gerbang pendidikan tingkat Dewa, yaitu Doctor of Philosophy (Ph.D). Hal ini menyadarkan kita bahwa mimpi itu bisa dibangun dari sesuatu yang sangat sederhana namun bila kita bisa mewujudkan impian kita yang sederhana tersebut akan menjadi sesuatu hal yang besar dan luar biasa. Terkadang ketika seseorang memimpikan sesuatu hal yang sangat besar, di luar kapasitas dirinya, hal ini malah menjadi bumerang bagi dirinya.
Saya tidak mengatakan bahwa bermimpi besar itu tidak baik dan salah ya. Namun sayangnya, impian yang besar tersebut malah memunculkan rasa takut dan pesimis, ditambah lagi dengan omongan orang lain yang membuat kita merasa jalan yang mesti kita tempuh menjadi semakin jauh jauh dan jauh untuk menggapai apa yang kita impikan tersebut bahkan mungkin untuk mulai melangkah pun menjadi tidak berani sehingga akhirnya banyak yang melepaskan semua mimpi-mimpinya itu karena dianggap sebagai sesuatu hal yang mustahil untuk diwujudkan.
[caption caption="(Foto: Elysa)"]
[/caption]
Buku “Inspirasi Paman Sam” yang ditulis oleh Budi Waluyo ini seperti mengingatkan kita bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan selama kita masih mempunyai harapan, berdo’a dan terus berikhtiar untuk mengejar impian kita tersebut sampai batas kemampuan terakhir yang kita miliki. Selagi bisa terus melangkah, kita harus terus melangkah dan jangan pernah mencoba untuk berhenti karena mungkin saja kita hanya tinggal beberapa langkah lagi menuju impian kita itu. Saya pernah membaca sebuah buku dalam buku tersebut dikatakan bahwa “sebenarnya tidak ada impian yang terlalu tinggi, yang ada hanyalah kemalasan yang bertopeng pesimisme”. Ya, kemalasan yang dibalut pesimisme itu merupakan tantangan terbesar yang mesti kita hadapi dalam perjalanan menggapai impian kita.
Hal ini tidak berlaku bagi sang Penulis, Budi Waluyo. Mengapa? Karena dibalik sikapnya yang selalu optimis dan pantang menyerah terdapat sosok seorang perempuan hebat yang selalu senantiasa mendorong dan menyemangatinya, yaitu sang Ibunda. Di sini kita bisa tahu bagaimana peranan sang Ibunda untuk selalu mendukung impian sang Penulis, terlihat dari kata-kata yang terlontar dari sang Ibunda kepada sang Penulis. Keterbatasan yang mungkin dimiliki oleh sang Ibunda seolah-olah tidak mau membatasi impian yang dimiliki oleh sang Penulis. Kita bisa lihat bagaimana cara sang Penulis menggambarkan sosok sang Ibunda yang begitu kuat menjalani kehidupan yang sederhana, membanting tulang demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan keperluan sekolah, mengingat sang Penulis sudah ditinggal oleh sang Ayah sejak berumur 3 tahun. Sungguh besar sekali peranan sang Ibunda bagi sang Penulis. Seorang anak yang kuat pasti terlahir dari seorang ibu yang kuat pula.
Saya membayangkan bagaimana perjuangan sang ibunda demi keluarganya. Ada satu hal yang membuat saya terkagum pada sosok sang Ibunda yaitu ketika sang Ibunda menasehati Penulis, sang Ibunda berkata “…Cuma dengan sekolah tinggi-tinggilah kau bisa mengubah nasib keluarga kito dan nasib orang lain”. Ini membuat saya sangat terharu karena dalam nasehat tersebut mengimplikasikan bahwa sang Ibunda juga masih mempedulikan bagaimana nasib orang lain yang mungkin juga memiliki kesulitan. Jarang ketika seseorang sedang ditimpa dengan berbagai kesulitan dalam hidupnya namun masih memikirkan kesulitan yang dimiliki oleh orang lain. Biasanya mereka sudah tidak peduli dan sibuk memikirkan kesulitan yang dihadapinya tanpa mau mempedulikan urusan orang lain. Tuhan tak pernah salah dalam memberikan ujian kepada hamba-Nya, sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an bahwa Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hamba-Nya. Salut!