Lihat ke Halaman Asli

Gadget Pun Bisa Menjadi "God"

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_141755" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Minggu ini mungkin bisa disebut sebagai minggu yang terburuk bagi pengguna blackberry (BB) sekaligus mungkin bisa menjadi titik balik akan mulai turunnya pamor BB di masyarakat. 4 hari tanpa bisa mengirim e-mail, sms ataupun browsing, ku yakin itu pasti sangat menjengkelkan. Kejadian itu mulai terjadi senin 10/10/2011. Dimulai di Eropa, timur tengah, Afrika dan berlanjut terus ke India, Brazil, Chili dan Argentina pada keesokan harinya. Hari rabu, gangguan tersebut sudah memasuki wilayah Amerika. Aku ingat sekali, waktu tengah malam hari senin itu. Banyak ku baca status teman-teman di FB yang memasang status tentang ini. Mulai dari yang mempertanyakan kenapa BBnya tidak bisa ngirim sms sampai yang mencerca BBnya sendiri. Paginya, hangat kudengar percakapan di Radio BBC tentang masalah ini.

Dulu, sewaktu aku masih di Indonesia, HP adalah barang yang yang terpisahkan dari sisiku. Kemana pun pasti kubawa. Ada rasa kehilangan ketika pergi tidak membawa HP. Hampir setiap waktu tangan ini menyentuh huruf-huruf, entah saat sedang mengirim sms, buka facebook pasang status, atau hanya ngotak-atik HP saja. Oleh sebab itu, aku bisa merasakan perasaan para pengguna BB saat servis teman favoritnya itu hilang walaupun hanya 4 hari. Rasanya udah ngak enak aj, bagaikan hidup kembali di jaman purba.

Tetapi saat aku menginjakkan kaki di Inggris ini, semuanya berubah. Awalnya memang aku struggling mencari tahu, bertanya kartu apa yang bagus dan murah disini. Terbayang sudah kepanikan akan tidak bisa berkomunikasi seperti lost in the jungle. Waktu di Indonesia aku juga berencana akan membeli gadget paling mutakhir di negara ini. Namun, ternyata rasa terikatku kepada HP hilang hanya dalam hitungan minggu. Bukan karena disini tidak ada HP yang murah atau ketinggalan jaman. Justru hp-hp disini terkesan sangat murah. Ada yang namanya system kontrak atau mungkin kredit di Indonesia. Dengan berbekal uang £40-an sebagai uang muka, orang bisa membawa pulang langsung iPhone 4 lengkap dengan sms, nelpon dan browsing selama 2 tahun. Tentu saja si pemakai harus membayar biaya yang hampir sama dengan jumlah uang muka itu setiap bulannya. Tapi, itu tetap saja terkesan murah. Karena untuk produk-produk yang kualitasnya lebih rendah dari apple, lebih murah lagi uang mukanya.

Sebabnya adalah terlalu banyak hal-hal penting yang bisa dilakukan untuk dilewatkan. Mulai dari kuliah, pergaulan sampai jalan-jalan. Mungkin aktifitas-aktifitas yang ku kerjakan disini berbeda jauh dari yang dilakukan di Indonesia. Tetapi, terlepas dari itu, sebenarnya aku mulai menyadari bahwa aku bisa hidup tanpa hp, tanpa sms ataupun nelpon. Aku percaya pasti banyak yang tidak setuju dengan pemikiranku ini. Namun, jika kita melihat lebih jauh lagi, teknologi memang membuat hidup kita menjadi lebih mudah. Semuanya, mulai dari informasi sampai komunikasi bisa dilakukan dengan satu langkah.

Tetapi, terkadang kita melupakan satu hal, yaitu disisi lain hal itu juga membuat kita cenderung malas. Merasa terikat dengannya, menghabiskan waktu banyak dengannya, serta terlalu banyak bermain-main padahal banyak hal berguna lainnya yang harus dikerjakan. Kita lebih banyak berkomunikasi dengan gadget ketimbang dengan keluarga kita. Kita lebih banyak membaca sms dari pada membaca al-qur-an. Kita lebih senang bermain di dunia maya dan mengabaikan orang-orang di lingkungan sekitar kita. Akibatnya, kalimat yang mengatakan teknologi gadget telah memasuki kehidupan manusia akan terbalik menjadi manusia memasuki kehidupan gadget. Terdengar sederhana mungkin. Tetapi, kalimat itu menentukan siapa yang jadi tuan rumah dan siapa yang menjadi budak.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline