Bagian terindah dari segenap rindu adalah pituturmu. Mengaliri pendengaran ini melalui selubung selubung hati. Sabdamu itu memapah relung hati. Sabdamu itu menuruni jantung yang berdegub untuk bernurani.
Kepadanya, dada yang dikaruniai kasih, untuk lebih tajam memaknai hidup. Kepadanya, dada yang dianugerahi rasa, secerlang bintang bintang. Dan setajam samurai yang kau sangkurkan. Lebih tepat untuk memahami naluri.
Maka teruntuk ruh ruh kita yang direntangkan waktu. Jarak yang tak lagi merintangi. Ruang hanyalah pembatas tipis jarak pandang antara kau dan aku.
Demi hari, aku menanti. Menunggu mentari bersinar bersama terik. Kau berkunjung membelah hari. Inilah hari. Inilah hati. Disedu oleh rindumu dengan hati hati. Disajikan oleh retina yang acapkali berkaca kaca. Itu hambur begitu saja. Mudah dialiri embun.
Sudah usai. Segalanya sudah ditakdirkan.
Ciputat, 8 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H