Lihat ke Halaman Asli

Ermina Miranti

Freelance writer

Beautiful Illusion

Diperbarui: 29 November 2023   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejuknya angin malam membuatku ingin terus berada di atap rumah saat ini, duduk bersama sang kekasih menikmati semilir angin yang berlalu lalang. Mengamati sudut kota penuh cahaya dan sedikit suara kendaraan karena jam hampir menunjukan pukul 12 malam.

"Bagus ya pemandangannya dari atas sini, aku senang melihat pemandangan ini denganmu Sean"

Sean adalah pasanganku, kami sudah bersama selama dua tahun, dia selalu menemaniku di mana pun kapan pun aku menginginkan kebaradaannya dia pasti selalu hadir. Sean tinggi, putih, tampan dan berbulu mata lentik, dia adalah tipe cowok yang pendiam, dia lebih banyak mendiamkanku dalam sunyi meski aku mengajaknya berbicara, terkadang dia hanya berekspresi menandakan dia menikmati apa yang kita nikmati, terkadang dia memberikan sepatah dua patah kata untuk menceritakan apa yang ia rasa. Kali ini iya hanya tersenyum, meski begitu aku senang hanya dengan duduk bersama dengannya seperti ini, aku tidak merasa kesepian di tengah malam yang dingin ini.

Namun Sean akan selalu pergi ketika jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, dan akan kembali esok hari di jam 10.30 malam. Aku menghargai Sean, aku sudah cukup senang dengan dia meluangkan waktunya untuk menemaniku disini setiap hari, aku tidak mau mengganggunya bahkan memaksanya untuk datang lebih awal atau menetap lebih lama. Aku mencintai Sean, dan aku yakin Sean juga seperti itu padaku.

Suara lonceng jam menandakan bahwa jam sudah pukul 12, itu artinya Sean akan pergi, bahkan sebelum pergi ia akan mengantarku masuk ke kamar dan menungguku hingga lelap tertidur. Aku senang dengan semua perhatiannya, bahkan saat tertidur pun aku seperti menantikan hari esok.

Aku terbangun dengan sisa semangat yang ada untuk menjalani rutinitas keseharianku. Mandi, sarapan, berganti pakaian, dan beristirahat. Aku memalingkan pandanganku dari buku yang sedang ku baca untuk melihat keluar dari jendela. Pandanganku tertuju ke sosok anak seumuranku, Ia pergi ke sekolah dengan rupa bahagia membuatku iri, entah sudah berapa lama aku tidak merasakan yang namanya bangku sekolah lagi, aku hanya bisa menambah wawasanku dari buku yang setiap hari ditambah stoknya demi mengisi waktu luangku.

Detik demi detik ku lewati, tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.25 malam. Aku menantikan kedatangan Sean seperti biasa diatas atap rumah sambil mengamati indahnya kemerlap cahaya lampu dibawah sana, aku menyenandungkan alunan lagu untuk mengusir sunyinya malam. Pukul 10.35 tepat, Sean tidak kunjung datang, tidak biasanya Ia seperti ini, bahkan Sean biasanya datang sebelum pukul 10.30. Aku khawatir takut terjadi sesuatu dengannya, aku khawatir jika Sean sedang mengalami hal yang mengerikan. Aku segera beranjak dari tempatku, berlari menuju keluar untuk menyusul Sean. Kubuka pintu rumah dan pagarku, dengan nafas terengah dan tidak beralaskan kaki, aku bergegas keluar. Entah sudah sejak kapan aku tidak melihat dunia luar ini, keseharianku yang selalu didalam rumah membuatku lupa betapa luasnya dunia.

Rumah ku yang terletak dipesisir laut dengan dataran yang tinggi menyebabkan udara terasa lebih dingin ketika Purnama tiba. Jalan demi jalan ku telusuri Sean tetap tidak kunjung ditemukan, sampai akhirnya aku tiba di Pantai, dari jauh aku melihatnya tengah berdiri dibawah sinar Rembulan membuatnya begitu bersinar, namun ia berada dititik tengah laut. Tanpa pikir panjang langsung aku berlari ke arah Sean untuk menemuinya.

"Sean!! Kau sedang apa disana? Kemari kau bisa tenggelam, laut sedang pasang"

Seperti biasa ia hanya menengok dan tersenyum, Sean melebarkan kedua tangannya seraya menyuruhku untuk datang kepelukannya. Aku terpikat, aku ingin dipeluknya, tubuhku dengan sendirinya beranjak jalan ke arah Sean. Dingin air mulai membasahi kaki ku, gaun tidur yang ku kenakan sudah basah terkena desiran ombak.

"Bagus Claire, teruslah kemari, terus bersamaku". Ucap Sean, baru kali ini aku mendengar Sean mengucapkan kata yang begitu panjang, rasa bahagia membuatku ingin bersamamu Sean. Saat hendak meraih tangannya, tanganku ditarik kebelakang, Papah? Kenapa ia menghentikanku. Dari kejauhan aku melihat mamah yang berdiri dipinggir pantai sambil menangis, seperti ada gigitan semut ditanganku, gigitan yang membuatku tidak sadarkan diri setelah itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline