Lihat ke Halaman Asli

Memilih Pemimpin = Memilih Hati

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seseorang yang bertindak tidak sesuai hati nurani, menandakan bahwa ia tidak bisa dipimpin oleh hatinya sendiri. Sehingga kedepannya ia akan sulit untuk dipimpin oleh orang lain. Terlebih lagi, ia akan sangat sulit untuk menjadi pemimpin.

Inti dari segala hidup ini berawal dari hati. Hati nurani adalah organ rahasia dari Tuhan yang khusus dijadikan penyeimbang dari otak. Otak ini bersifat keduniaan. Harta, kedudukan, prestasi duniawi dan lain sebagainya yang menimbulkan kepuasan hidup disokong oleh otak. Sedangkan hati, selalu menuntut ketenangan. Dimana ketenangan sejati adalah ketika kita dekat dengan Tuhan kita.

Hati nurani, dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk. Dan selalu memerintahkan kita untuk memilih yang baik. Namun otak yang mengedepankan logika, adakalanya bertentangan dengan hati nurani. Semua kembali pada diri kita apakah kita akan memilih otak, atau hati?

Hakikat manusia dibumi ini adalah sebagai pemimpin. Minimal adalah pemimpin diri sendiri. Minimal tapi sebenarnya adalah yang paling sulit. Karena disitu kita harus berperan ganda sebagai pemimpin dan yang dipimpin. Bersifat tegas sebagai pemimpin sekaligus menurut kepada pemimpin. Kadang juga bingung apa kita harus menjadi penurut atau sebagai oposisi?

Bung Karno pernah mengungkapkan bahwa zamannya lebih mudah karena hanya melawan penjajah, sedangkan zaman kita akan sangat sulit karena melawan diri sendiri. Mantan pebulutangkis nasional, Taufik Hidayat, juga pernah mengungkapkan bahwa ketika dapat mengalahkan diri sendiri, maka lawan dilapangan siapapun akan dapat dihadapi. Hal ini menandakan bahwa diri sendiri memang sangat kompleks. Banyak gejolak batin yang akhirnya membuat kita gagal menaklukan diri sendiri.

Kembali ke masalah pemimpin. Dimana hari ini bertepatan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur provinsi Jawa Timur, provinsi yang saya tempati sebagai tempat rantauan, setidaknya untuk 3 tahun lagi. Katakanlah yang paling umum terjadi, “serangan subuh”. Jika calon gubernur itu menggunakan hatinya, maka ia tidak mungkin menggunakan cara ini untuk meraih suara. Berarti ia mendapat 2 nilai, yaitu telah mengalahkan diri sendiri, dan pantas untuk menjadi pemimpin. Juga dengan rakyatnya, jika rakyat menggunakan hati untuk memilih maka ia akan menolak serangan subuh itu dan memilih pemimpin sesuai hatinya. Berarti ia mendapat 2 nilai, yaitu telah mengalahkan diri sendiri dan siap untuk dipimpin oleh orang lain yang juga berhati.

Kembali ke hati, berarti kita telah kembali ke jalan Tuhan. Dimana memang Tuhan adalah sebaik-baiknya tempat untuk kembali. Sehingga milikilah hati yang baik untuk mendapatkan pemimpin yang baik hati.

Selamat dipimpin oleh hati untuk memilih pemimpin berhati untuk warga Jawa Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline