Lihat ke Halaman Asli

Meditasi: Menyadari

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak saya kecil saya tidak asing dengan meditasi atau semedi atau berdiam diri. Di ruangan rumah lampau ada tempat khusus yang digunakan untuk bermeditasi nenek, kakek dan ayah saya. Ketika SD, saya tidak tahu kegunaan meditasi itu apa, tetapi saya suka sekali mengamati anggota keluarga duduk berdiam diri , menutup mata lama sekali, entah apa yang mereka lakukan. Saya tidak tahu, saya hanya mengamati. Setiap sore ayah mengajak berjalan-jalan ke dekat sawah, beliau mengenalkan saya untuk menyapa pohon-pohon,hewan-hewan kecil,sedang maupun besar, jembatan maupun tikungan jalan yang saya lewati. Sejak itu saya mulai gemar memberi nama-nama objek apapun yang saya temui. Usia bertambah, cerita bertambah, kesedihan, kekecewaan, kegusaran, pertanyaan yang bermacam-macam hinggap di kepala. Konsep- konsep dalam pikiran ricuh. Orang-orang disekitar menyarankan agar saya mencari ketenangan. Hingga saya pun mengenal berbagai macam teknik meditasi, pemusatan perhatian atau konsentrasi pada suatu objek tertentu, seperti: mantra, nafas, visualisasi dsb. Ya, yang saya rasakan keinginan tenang itu menambah beban pikiran. Ketenangan itu imitasi , produk pikiran.

Di suatu sore,empat tahun yang lalu, guru yoga menyarankan saya untuk mengikuti retret meditasi di mendut, meditasi mengenal diri dilakukan selama tiga hari di vihara mendut. Di dalam retret ini, pembimbing meditasi Dr. Hudoyo Hupudio tidak mengajarkan teknik meditasi apapun, termasuk tidak ada konsentrasi terus menerus pada satu objek, tidak ada usaha apapun, tidak ada keinginan apapun. Meditasi itu tidak hanya duduk sila menutup mata berjam-jam, Meditasi adalah menyadari pikiran kacau ya kacau, begitu adanya kacau, tidak berupaya untuk ingin tenang, menyadari gerak pikiran cepat, lambat begitu adanya. Meditasi menyadari jalan kaki, menyadari makan, menyadari minum, menyadari berdiri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita makan sambil ngobrol, nonton tv sambil makan, bahkan kesadaran “makan” pun hilang. Ketika pikiran sedih, sadari itu sedih, jangan melawan. Ketika pikiran senang, sadari itu senang. Selamat bermeditasi. Lupakan ini semua. Lupakan kata-kata saya.Lupakan cerita saya. Kata adalah usaha. kata adalah pikiran,ini bukan kenyataan yang sebenarnya. ini adalah catatan harian saya ketika mengikuti retret meditasi tahun 2009 : Catatan harian tentang meditasi di mendut :perbincangan semesta : pikiran berpesta : AKU FANA

Illustrated by Alfonsus Lisnanto gathi "Meditasi". Mendengar kata ini, pikiran menangkap duduk lama berjam-jam dengan mata tertutup, atau melihat objek apa pun di sekitar kita. Ya, itu adalah semacam produk pikiran yang berkembang dalam masyarakat awam. Tetapi meditasi yang saya alami dalam retret MMD di Vihara Mendut tgl 5 - 7 Juni '09 ini tidak semata duduk diam saja, tetapi menyadari gerak pikiran, menyadari gerak tubuh, baik ketika duduk bersila, berjalan, berdiri, melakukan kegiatan rutin seperti makan, minum, mandi, tidur dalam penuh kesadaran, tanpa metode apa pun. Jadi, ketika pikiran ini datang dan kacau, saya menyadari begitu adanya. Ketika tubuh mengalami ketidaknyamanan, kaki kesemutan, pegal, saya menyadari begitu adanya. Di hari pertama, 5 Juni, malam itu seperti gudang pikiran saya berteriak. Saya duduk diam dan pikiran visual, seperti potongan dalam film. melihat gambaran tentang pembunuhan, melihat darah, melihat pisau; pikran ini begitu kacau balau. Saya mengamati, saya tidak menolaknya. Melihat ketidaknyamanan yang muncul, belum reda, tapi saya sadar, ketidaknyamanan itu begitulah adanya. Di hari kedua, ketika saya bermeditasi jalan, saya berjalan biasa saja, tidak pelan, juga tidak cepat. Saya sadar berjalan. Di waktu jalan, ada sebuah pikiran menggelitik agar saya berbelok ke arah lain. Saya pun menyadari langkah saya. Entah, langkah kaki ini berjalan lurus saja, padahal pikiran menginstruksikan untuk berbelok ke arah lain. Entahlah, saya terus saja berjalan, menyadari langkah, dan bibir mengembang senyum. Saya juga tidak tahu kenapa. Entah. Saya bermeditasi di bawah pohon. Ketika itu pikiran reda, tetapi di tubuh saya terasa ada aliran listrik yang mengalir dari kaki saya, kemudian naik ke tubuh saya sampai ke kepala, hingga tubuh bergerak sendiri, padahal tidak ada instruksi apa pun dalam pikiran. Saya sadari saja. Kebingungan masih merayap. Di hari ketiga , pagi itu jam tiga lebih, entah saya berjalan biasa di halaman vihara. Saya melihat bulan di langit. Saya melihatnya lama. Tak terasa bibir ini mengembang senyum. Oh, saya tersenyum. Saya sadari itu. Kemudian saya berjalan menuju kamar mandi. Ketika berada di dekat kamar mandi, mata saya tertuju pada pelat nomor mobil, G-8604-BF, saya jadi teringat tentang hari ulang tahun saya di tahun 2004, sahabat saya memberi selamat yang direkam di kaset. Dan setelah itu, saya pun sadar, itu hanya pikiran. Esok, 8 Juni, adalah hari lahir saya. Entah, ini semua perbincangan antara semesta, pikiran menangkap realitas dalam pelat nomor mobil. Dan saya pun tersadar: Hey, selamat memperingati hari lahir. Aku fana. Mendut, 7 Juni 2009




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline