Lihat ke Halaman Asli

Kita dan Sebuah Batas

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senja itu ketika langit mulai jingga

Ditepi jalanan yang berdebu

Kita berdiri tegak dan berteriak

Ketakutan akan persaingan mengikat tangan kita

Kita hampir menyerah pada lelah yang ganas

Kita hampir pasrah pada hari yang panas

Hari itu berahir dengan malam curang yang menawan

Jiwa kita terhipnotis dengan lagu sendu

Tidak bisakah kita tetap bertahan?

Tetap disini menunggu pagi

Atau hidup yang harus membuat kita terbangun lebih awal

Suatu hari aku dengar orang-orang berbicara tanpa suara

Ketika Rajawali telah letih mengintai mangsanya

Dan dihari yang lain aku lihat orang buta memasukan benang pada jarum

Ketika bunga matahari mulai layu dan menghitam

Wajah-wajah yang tak asing menasehati kita dengan senyuman

Seolah lebih tahu,

Seolah peduli,

Tapi bau busuk persaingan menyebar diseluruh ruangan

Kaki-kaki yang biasa berdiri tegap diatas tanah dan rumput yang datar

Berlarian membawa bendera kebesaran

Ada yang berteriak ada yang mengeluh

Ada yang tulus ada yang terpaksa

Hari itu Rajawali yang lelah kembali membentangkan ambisinya

Biji-biji matahari yang layu menumbuhkan kuncup semangat baru

Pemilik makhluk-makhluk itu menanti dengan cemas

Bagaimana hari berikutnya…

Dan jawabannya?

Tertulis dihati setiap jiwa bebas yang membaca..

Tapi jiwa bebas hanya sebuah imaji

Tak ada yang bebas, semua serba terbatas

Pandanganpun terbatas

Ada yang dibatasi ruang, waktu, keadaan,

Namun yang tidak pantas adalah kalian yang dibatasi kemauan

Aku sedang berbicara tentang kita

Serigala yang tidak pernah tidur




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline