Lihat ke Halaman Asli

Harga Mati Menjadi Perempuan

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba saja pas saya sedang menjahit baju saya yang sobek, saya terbawa suasana seperti menjadi ibu rumah tangga yg benar2 di rumah. sayapun berpikir bagaimana jika saya berkarir menjadi ibu rumah tangga dan teringat teman-teman saya yang sudah menjadi ibu rumah tangga.

Saya kembali berpikir, kuliah saya mahal, selalu berusaha mencoba mendapat nilai bagus, menyelesaikan tugas ke sana ke sini, pontang panting, tapi jika saya hanya berakhir di dapur rumah, apakah tidak miris??

Atau seharusnya ibu rumah tangga itu harus diresmikan sebagai karir profesional, jadi saat kita masuk universitas harusnya ada pilihan jurusan Ibu Rumah Tangga, sehingga kita tak banyak buang uang,tenaga, dan waktu belajar untuk hal-hal yang mungkin sama sekali berbeda dengan jurusan yang telah kita ambil sewaktu kita di universitas.

Saat kita sudah menemukan pasangan hidup kita, kemudian memutuskan untuk cepat-cepat punya anak, setelah menikah tidak ada waktu untuk berduaan jauh lebih mesra dari masa pacaran. Dengan cepat waktu kita direnggut untuk menjadi hamil, punya anak, mengurus anak dan suami dan kita pun melupakan diri kita, melupakan kalau kita adalah seseorang yang harus juga diurus. Kita menjadi pasrah, dan biarlah yang penting anak dan suami bahagia. Tahun ke tahun kita semakin tua, dan ada saatnya dimana pasangan kita beralih perhatiannya ke orang lain. Waktu bergulir dengan pertikaian dan kemudian perceraian. Saat itulah, kita tidak punya pegangan, materi yang dimiliki mungkin dibagi dua, tapi untuk ke depan, tak mungkin kita hidup seterusnya dengan uang tabungan yang dulu diberikan oleh suami kita setiap bulan. Mungkinkah kita dapat kembali menggunakan ijazah yang sudah kita relakan bertahun-tahun untuk mencari pekerjaan? Mungkin sudah terlambat. Akhirnya perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan.

Untuk itu saya kembali berpikir, saya masih dalam tahap belajar, saya tidak akan sia-siakan ilmu yang telah saya pelajari dari tahun ke tahun. Saya ingin lebih dari sekedar ibu rumah tangga.

Saya salut pada mereka yang rela melepas hasil perjuangan yang telah mereka lakukan di universitas untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga. Di sisi lain, saya masih tak mampu berpikir dan masih terlalu egois untuk merelakan apa yang telah saya raih.

Kawan-kawanku, kembalilah berpikir bahwa kita tidaklah lemah, untuk itu harusnya kita bisa mempersiapkan sejak dini untuk hal yang terburuk yang akan terjadi terlebih lagi saat kita memutuskan untuk menjalani karir yang luar biasa penuh risiko, menjadi seorang ibu rumah tangga.

Tidak lupa saya tambahkan, Ibu Rumah Tangga adalah profesi yang sangat luar biasa, jadi itulah mengapa saya tidak bisa membayangkan apakah saya mampu seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline