Istri kakek biasa dipanggil dengan sebutan Nyai oleh kami, para cucunya. Ibu kandung ayah kami ini, orangnya terkenal ceriwis namun berbudi serta sangat dermawan.
Tak heran bila Nyai memiliki banyak sahabatbaik saat masih muda hingga di masa tuanya. Kebaikan hatinya membuat para tetangga dan orang mengenal beliau sebagai wanita yang baik hati dan dermawan.
" Nyai mu itu seorang yang penolong. Banyak orang yang dibantu beliau saat kesusahan," cerita Emak kepada kami.
" Dan banyak saudara kakekmu yang tinggal di rumah Nyaimu. Dibesarkan beliau hingga dewasa dan berkehidupan yang layak," lanjut Emak.
Cerita Emak bukan narasi bualan tanpa fakta sebagaimana kini yang sering diperagakan para elite negeri ini. Narasi yang diceritakan Emak adalah fakta peristiwa.
Dan sebagai cucu Nyai, aku sangat merasakan kebaikan Nyai. Apalagi saat Nyai wafat, aku sudah berumah tangga sehingga aku tahu persis bagaimana karakter Nyai yang sebenarnya.
Aku masih sangat ingat dan ingat sekali, saat masih berseragam SMP, Nyai rela menunggu aku di halaman rumahnya hanya untuk memberhentikan aku naik sepeda agar mampir ke rumahnya yang terletak di pusat Kota.
" Nyai hari ini masak makanan kesukaanmu," ujar Nyai sembari mengajak aku ke rumahnya.
Dan aku dengan hati yang gembira, menyantap masakan Nyai yang terkenal sangat lezat. Maklum beliau dimasa muda dikenal sebagai tukang masak buat orang kawinan.
Bahkan saat kakek diangkat sebagai Camat diera tahun 60-an, beliau masih hobby memasak untuk acara perkawinan orang sebagai tambahan biaya untuk keluarganya.
"Jadi Camat dulu dengan sekarang amat beda. Zaman dulu, birokrat jadi Camat mengutamakan pengabdian. Bukan mencari harta. Lihat kakekmu. Tapi kakekmu tetap disayang orang hingga usia tuanya," cerita Nyai kepada aku.