Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerpen: Takdir Menguak Deni

Diperbarui: 2 September 2021   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Republika

Cerpen : Takdir Menguak Deni

Cahaya malam makin menjauh. Sejauh mimpi para penghuni bumi yang tak kunjung datang. Sinar temaram rembulan mulai terlihat enggan menyinari bumi. Rasa kantuknya mengalahkan kodratinya sebagai penerang alam semesta.

Seorang lelaki berwajah kemayu  berjalan menembus pekatnya malam. Langkahnya berlenggang lenggok bak peragawati di catwalk. Gaya berjalannya tak bisa memungkiri kodratnya. Penampilannya yang rupawan membuat diorama dirinya berubah total. Dan klakson genit dari beberapa pengendara mobil dan motor yang melintasi jalanan sepi itu masih menggoda. Sangat menggoda.  Tak satu pun yang digubrisnya. Dia harus pulang. Sementara malam makin menua seiring mulai terbangunnya mentari dari rasa lelapnya.

Sinar mentari mulai memancarkan cahaya terangnya. Alam terang benderang. Kesibukan mulai terlihat. Dijalanan para pelintas mulai beradu cepat. Di pasar, para pedagang mulai menjajakan produknya. Tak terkecuali lelaki kemayu semalam yang kini tampil dengan dandanan ala rambo.

" Kuat amat Deni. Malam kerja, siang masih kerja sebagai kuli panggul.Kayak rambo saja tenaganya,' ujar seorang temannya saat melihat Deni melintas depan warkop sambil memikul beban dipundaknya.

" Apa boleh buat. Inilah kerasnya kehidupan Kota. Anda tak tahan, jadi pengemislah dijalanan," sahut para pengopi di warkop.

" Tapi kita bangga punya teman seperti dia. Pekerja keras untuk keluarga. Peduli dengan sekitar. Soal gaya hidupkan beda-beda. Itu soal rasa," sambung Mang Masno tetangga rumah Deni. 

Semua tercengang dengan perkataan Mang Masno. Sementara dilubuk hati Mang Masno ada rasa sesal atas ucapannya yang tak bisa diralat seperti dimedia massa.

Sudah tiga malam, Dena tak kelihatan batang hidungnya diantara para penghias malam di Taman Ligut Kota. Para teman sejawat pun mulai resah. Sejuta tanya mengelembung dalam jiwa mareka. Sejuta pertanyaan mulai mareka narasikan kepada alam.

" Kok Dena udah tiga malam nggak markir?," tanya lela.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline