Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerpen: Mang Husin

Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: RadioStartFM

Cerpen : Mang Husin

Suara kokok ayam mulai terdengar. Meresonansi alam. Saling bersahutan. Riuhkan pagi. Ramaikan bumi yang mulai terang benderang.  Gempitakan cakrawala. Suara azan subuh terdengar merdu dari corong masjid. Alam hening. Nuansa religiusnya menusuk ke dalam tubuh umat manusia. Getarkan nurani. Tundukkan kepala. Bersujud kehadapan Sang maha pencipta.

Mentari terbangun dari mimpi panjangnya. Rembulan mulai rebahkan diri ke peraduan. Usai sholat berjamaah di masjid, Mang Husin tinggalkan masjid. Jejak kaki para jemaah masjid pun secara perlahan, mulai tinggalkan halaman masjid bersamaan jejak kaki Mang Husin menuju becaknya yang  terparkir di depan masjid.

Baru saja hendak mendorong becaknya,  terdengar suara seseorang memanggil namanya. Dirinya pun menoleh. Tampak seorang lelaki tegap tersenyum kepadanya. Senyum yang amat khas. Senyum yang mengambarkan kewibawaan seseorang.

" Becak,Pak?," tawar Mang Husin dengan nada ajakan.
"Oh, iya, Pak," jawab lelaki yang baru keluar dari masjid dengan nada suara berwibawa sambil tersenyum.
" Kemana Pak?," tanya Mang Husin.


" Bagaimana kalau kita ngopi dulu. Pagi-pagi seperti ini enaknya kalau kita ngopi. Kita cari warung kopi. Bapak belum ngopikan? Tahukan tempak ngopi yang enak disini?," tanya lelaki itu dengan senyum khasnya.


" Ah,Bapak bisa saja. Tahu dong, Pak. Warkop Mpok Iyem saja. Langganan saya. Kopinya enak. Dan lokasinya pun dekat. Dan murah meriah, Pak," jawab Mang Husin sambil mengayuh becaknya diiringi derai tawa sang penumpang.

Jalanan masih sepi. Kayuhan kaki Mang Husin dipedal becak terus sisiri jalanan. Jalanan kehidupan yang terus dijalani hingga akhir hayat menjemput. Sebuah perjalanan panjang seorang insan manusia dalam menantang kehidupan. Dan tanpa terasa keduanya sudah sampai di warung kopi Mpok Iyem.

Sambil menikmati kopi, Mang Husin dan lelaki itu saling bercerita. Laksana dua orang kenalan lama yang sudah tak lama bertemu. Tawa dan canda warnai cerita keduanya. 

Tak ada kasta diantara keduanya. Lepas dan bebas laksana burung-burung yang mulai keluar dari sangkarnya untuk menghadapi ganasnya alam dan kehidupan. Dan Mang Husin dengan lepasnya menceritakan tentang hidup dan kehidupannya tanpa beban. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline