Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerpen: Tongkat Kayu Mak

Diperbarui: 20 April 2021   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: PNGTree

Cerpen: Tongkat Kayu Mak

Air mata Perempuan Tua itu meleleh dari kedua kelopak matanya. Bibirnya melengkung ke bawah. Suara ayat suci Al-Quran dia lantunkan. Dan secara perlahan, bibirnya merajut senyum. Jemari keriputnya menyeka air matanya dengan lengan baju kaos yang dipakainya. Sejuta kebahagian memuncrat dari wajah tuanya. 

Perempuan tua itu adalah warga kampung kami yang dipanggil Mak oleh seluruh warga kampung, baik tua maupun muda. Semua warga menyapanya dengan panggilan Mak. Mak tinggal sendirian di ujung Kampung dekat hutan kecil. Tak ada sanak keluarga. Mak tinggal sebatang kara di rumahnya yang tak begitu besar usai suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu.

Dan seperti biasanya, usai melaksanakan sholat Subuh, Mak biasanya langsung ke Pasar. Menjual hasil kebun sayuran yang ada disekitar rumahnya. Kebun peninggalan sang suami yang berisikan berbagai macam tanaman sayuran. Mulai dari kangkung hingga lengkuas.

Dengan bantuan tongkat kayu yang diketukkannya di jalan, dan dengan langkah kaki yang tertatih-tatih, Mak selalu tiba di Pasar, saat Pasar masih sepi. Hanya segelintir penjual yang hadir di Pasar. Sementara pembeli sudah ramai. Tak heran, bila dagangan Mak selalu cepat habis dan terjual bak kilat.

Dan biasanya, usai dagangannya terjual habis, Mak menghitung uang yang didapatnya.  Dan sebelum pulang ke rumah, biasanya Mak mampir ke Masjid yang tak jauh dari rumahnya. Menyelipkan beberapa lembaran uang yang didapatnya. Itulah kebiasaan Mak setiap hari yang sudah dilakoninya sejak masjid itu berawal dari sebuah Mushola kecil.

" Apa tidak sebaiknya, uang Mak yang separuh untuk Masjid itu, ditabung," saran seorang warga.

" Lho...Mak kan menabung juga di kotak amal amal masjid untuk bekal Mak nanti," jawab Mak.

" Maksud saya, apa tidak sebaiknya, separuh  uang yang Mak taruh di kotak amal masjid itu, separuhnya di tabung untuk keperluan rumah Mak. Nih lihat Mak.  Genteng rumah Mak, sudah ada yang bocor.  Kalau hujan datang dan airnya derasnya, bisa membasahi rumah Mak,"jelas warga.

Mak menatap warga kampung, yang merupakan tetangga rumahnya. 

" Saranmu bagus sekali, Nak. Tapi kotak amal masjid itu lebih penting ketimbang rumahku yang masih sangat layak untuk ditempati. Rumah ini rumah tertua di kampung kita ini. Dan alhamdulilah, rumah ini masih sangat layak untuk aku diami. Coba kamu lihat rumah warga yang lain di Kampung kita ini. Baru setahun sudah roboh. Bahkan ada yang baru saja ditempati, sudah ambruk," jelas Mak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline