Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerita Lara Hati Bapak

Diperbarui: 7 April 2016   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam benderang. Bintang gemerlapan. Cahayanya berhamburan diangkasa. Ramaikan jagad raya. Disebuah rumah di sebuah kawasan yang moderen, para tamu ramai memenuhi rumah brarsitektur moderen itu. Tuan rumah tampak bahagia. Wajahnya sumringah. Sebuah kesan bahagia terpancar dari jiwanya. Senyum khasnya ditebar keseluruh tamu yang hadir.

" Insya Allah, kami yakin. Bapak akan kembali memimpin daerah ini," ungkap seorang warga sambil menyalami sang tuan rumah.

Sebuah senyuman tuan rumah menghampiri warga tadi. Jabat tangan pun erat.

" Kalau Bapak menang, maka kalian semua akan bahagia. Pembangunan akan dilanjutkan," sahut sang istri tuan rumah dengan nada gembira.

" Tepat sekali Bu. Pembangunan di kampung-kampung akan meningkat," jawab warga itu sembari pamit pulang.

Majunya Bapak dalam pesta demokrasi kali ini banyak mendapat tantangan dari banyak pihak. Tak hanya kelompok warga yang kritis dan ingin pembangunan daerah maju, namun tantangan Bapak mengalir dari keluarga besarnya. Mareka menolak Bapak untuk kembali bertarung dalam pesta demokrasi.

" Saya minta kakak untuk tidak mencalonkan diri kembali dalam pesta demokrasi kali ini. Tak akan mendapat dukungan dari masyarakat," pinta adik Bapak.

" Alasannya," tanya adik Bapak yang lain.

" Apa prestasi kakak selama 5 tahun ini? Apa? Selama kakak memimpin daerah ini banyak masalah. Saya paham itu karena saya birokrat di daerah ini," jawab adik Bapak yang bekerja di pemerintahan.
" Ah...kamu itu terlalu banyak bergaul dengan LSM dan membaca koran," jawab adik Bapak yang lain.

Sementara Bapak hanya terdiam mendengar perdebatan adik-adiknya. Dalam hati Bapak membenarkan apa yang dikemukan sang adik. Tak ada yang patut dibanggakannya selama memimpin daerah ini. Malah seribu problem muncul di era kepemimpinannya. Namun desakan dari berbagai pihak tak terkecuali dari sang istri membuat dirinya harus kembali bertarung. Apalagi sebagai petahana dirinya sangat diuntungkan.

" Kalau Bapak tak mencalonkan diri mau kerja apa? Jadi pengusaha lagi? Atau jadi petani lagi? Ini bukan musimnya lagi Pak. Ini era kekuasaan. Walaupun Bapak banyak uang namun kalau tak ada kuasa tak kan dihormati publik," ungkap sang istri pada suatu malam saat mareka sdang menikmati indahnya malam purnama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline