Adanya surat dari Sekretaris kementrian PANRB untuk Konjen RI di Australia menghirukpikukkan narasi dinegeri ini. Surat yang ditandatangani Sekretaris Kemenpan-RB Dwi Wahyu Atmaji dan ditembuskan kepada Menpan-RB, Dubes RI untuk Australia di Canberra, dan Konjen RI di Sydney. Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kemenpan RB, Herman Suryatman mengatakan, surat tersebut dibuat atas permintaan Sekretaris Pribadi Yuddy, Reza Fahlevi kepada Staf Sekretaris Kemenpan RB, Dwi Wahyu Atmaji.
Dan sebagaimana disampaikan Herman Suryatman dari Humas KemenPANRB di salah satu media televisi semalam yang menyatakan bahwa surat tersebut benar, maka kita sebagai rakyat dapat menangkap bahwa KKN (Korupsi, Kolusi Nepotisme ) itu ada dan hanya dijadikan slogan bagi institusi negara untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa keseriusan Pemerintah dan Institusi Negara dalam memberantas KKN itu ada, walaupun hanya dalam bentuk wacana, narasi dan slogan.
Sebagai institusi pemerintah yang mengurusi soal Aparatur negara, maka surat dari Sekjen KemenPANRB itu tentunya akan memberi dampak buruk bagi kementrian yang menggandeng titel Reformasi dalam nomenklatur Kementrian. Bagaimana mungkin sebuah lembaga negara bisa memberantas KKN dan merestrukturisasi reformasi birokrasi sementara di dalam lembaga itu tersimpan semangat anti KKN dan Reformasi.
Dan saya sungguh percaya, usai surat ini beredar di publik maka kepercayaan masyarakat dan para aparatur negara terhadap Kementrian PAN RB akan berada pada titik nadir yang terendah. Dan saya percaya semua instruksi dari KemenPANRB tidak akan mungkin diikuti para aparatur negara mengingat kredibilitas dan tingkat kepercayaan dari masyarakat dan aparatur negara sudah sangat rendah.
Kita paham untuk melahirkan sebuah kebijakan yang diikuti orang banyak maka tentunya pemberi kebijakan harus menelorkan keteladanan dalam bertindak. Dan bagaimana mungkin sebuah Institusi negara bisa menjadi teladan sementara di dalam institusi itu sendiri masih tersembunyi praktek-praktek purba yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok.
Pada sisi lain produk surat dari KemenPANRB membuktikan kepada kita Nawacita Jokowi hanya sekedar slogan dan belum mampu terimplementasi dengan baik dalam proses kegiatan sehari-hari di kementrian.
Belajar dari munculnya surat minta fasilitas dari Sekjen kemenPANRB, kita tentunya harus melihat sejarah masa lalu bangsa ini bagaimana seorang tokoh besar negeri ini Bung Hatta yang mundur dari jabatan Wapres ketika merasa jabatan itu tak mampu memberi kontribusi besar bagi masyarakat.
Bagi Bung Hatta jabatan adalah instrumen untuk berjuang dan memperjuangkan nasib rakyat dan bukan memperjuangkan nasib kelompok dan pribadi. Bung Hatta adalah bangsawan pikiran bangsa yang tak pernah mencari keuntungan dari jabatan. Apalagi memperalat jabatan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompoknya.
Tampaknya menteri Yuddy Chrisnandi sebagai bangsawan pikiran bangsa dan menteri KemenPANRB perlu merenungi aksi merah putih dari Bung Hatta. Dan buat apa mempertahankan jabatan kalau jabatan itu tidak akan pernah dipercaya semua elemen lagi. Tak terkecuali surat-surat edaran yang akan dikeluarkannya sebagai Menteri KemenPANRB yang tak akan pernah diikuti para aparatur negeri ini.
Jadi bagaimana Pak Menteri KemenPANRB? Salam Junjung Besaoh...(Rusmin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H