Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Bunda

Diperbarui: 4 Maret 2016   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru dalam hitungan bulan menjadi istri Pak Kades, wanita muda itu telah dipanggil Bunda oleh para pegawai dan para istri pegawai di Kantor Desa. Bahkan para ketua RW dan RT pun memmanggilnya dengan panggilan Bunda pula. Dan panggilan Bunda telah menyebar bak virus korupsi di Desa Kami, Desa terbelakang.

Kehadiran Bunda memang menjadi tantangan dan handicap tersendiri bagi para pegawai kantor Desa. Semua persoalan yang menyangkut kehidupan publik mulai diurus Bunda. Tak pelak konon kabarnya ini telah menyebar pula bak virus mers yang mulai menakutkan. Kondisi ini tentu saja memusingkan para pegawai Kantor Desa. Semua kegiatan selain harus dilaporkan kepada Pak Kades, wajib pula diketahui Bunda.

" Saya sungguh tak percaya kalau kini di Kantor Desa telah ada kepemimpinan ganda. Saya tak percaya sama sekali. Buat apa kita mengangkat Pak Kades kalau kini kepemimpinannya mulai tergerus oleh Bunda," ujar Matyusuf saat para warga berkumpul di pinggir pantai menunggu datangnya para nelayan dari menangkap ikan diganasnya ombak lautan.

" Saya juga berpikiran demikian. kalau begitu Pak Kades telah menyalahgunakan wewenangnya dan mengingkarai amanat rakyat," celetuk yang lain.

" Iya. Lantas apa sih kehebatannya Bunda itu kok Pak Kades keok," tanya Matmat. mendengar itu para warga dan kaum Ibu-ibu langsung tertawa terbahak. Suara tawa mareka gegerkan alam. Air laut pun mulai menyurut. Cahaya rembulan mulai berangkat dari pembaringannya untuk cerahkan bumi dan penghuninya.

Cahaya rembulan bersinar terang. seterang hati para penghuninya. Disudut pojok belakang rumah Pak Kades, dua orang manusia berlainan jenis tampak asyik berdiskusi. Kadang diksi kencang hingga mengejutkan para penjaga rumah orang nomor satu di Desa Kami itu. Kadang suaranya amat manja.

" Kalau Bapak tak maju lagi sebagai Kades, apa kata orang Desa ini tentang kita, Pak," ujar wanita yang akrab dipanggil Bunda itu.

" Tapi bapak sudah hampir 15 tahun menjadi pemimpin Desa ini. Perlu regenerasi. Lagi pula prestasi Bapak tak ada buat masyarakat. Apa mareka masih mau memilih pemimpin mareka yang tak berprestasi," ujar Pak Kades dengan narasi setengah bertanya.

" Itu soal gampang. Itu persoalan kecil. Mudah solusinya. Bapak kan banyak fulus. Kita gelontorkan saja buat mareka," jawab Bunda sambil meninggalkan pak Kades sendirian. Malam makin melarut. Desis anjing liar mulai mendengus mencari mangsa. Langit memburam. Kunang-kunang pun enyah sinarnya. Entah kemana.

Desakan agar pak Kades tak maju lagi dalam Pilkades sudah pernah diungkapkan para sesepuh Desa dan para tokoh masyarakat saat mareka bertemu dengan Pak Kades. Namun narasi itu tak digubris Pak Kades.

" Majunya saya dalam Pilkades adalah hak demokrasi saya dan konstitusional. Kalau bapak-bapak tak mau mencoblos saya tak masalah. Masih banyak warga yang mau memilih saya," tegas Pak Kades.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline