Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Mendagri, Jangan Abaikan Bangka Selatan!

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi masyaakat Bangka Selatan tanggal 27 Januari adalah hari yang istimewa, sebagaimana istimewa dan sakralnya tanggal 17 Agustus bagi seluruh rakyat Indonesia yang berdiam diri dari Miangas Hingga Rote. Dan hari ini 27 Januari 2014 adalah hari jadi Kabupaten Bangka Selatan yang ke-11.

11 tahun bukanlah usia balita. Dianalogikan dengan manusia, pertumbuhan anak manusia pada usia sebelas, tentunya selain sudah mahir membaca dan menulis dengan baik dan benar senbagaimana lazimnya anak Klas V, banyak anak pada usia itu sudah mahir dalam berbahasa Inggris. Bukan sekedar paham dan tahu dengan makna kata,kalimat, namun sudah mahir dalam percakapan. Apalagi kalau ditunjang dengan suapan gizi dan vitamin yang mendukung.

Kalaupun kita analogikan sebagai anak manusia, tentunya perjalanan Bangka Selatan akan memasuki perjalanan tahap kedua dalam membangun dan mensejahterakan rakyatnya sebagaimana cita-cita lahirnya daerah Bangka Selatan sebagai daerah Otonom yang digemakan bangsawan pikiran daerah Bangka Selatan 11 tahun silam.

Apalagi dalam Perda NO 10 tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bangka Selatan tertulis visi, misi dan program Bupati Bangka Selatan dalam strategi pembangunan daerah sebagaimana yang dicantumkan dalam Bab III pasal 4 Perda tahun 2011 itu.

Demikian pula yang tertulis dalam bab IV ditegaskan bahwa RPJMD adalah pedoman resmi bagi Pemda, DPRD, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah. Artinya dengan tegas dinyatakan bahwa pedoman pembangunan dan arah pembangunan ke depan Bangka Selatan dalam lima tahunan ini sudah ada.

Relaisasi nyata dari RPJMD justru sangat berlawanan dengan fakta yang ada. Masih segar dalam ingatan kita dalam minggu-minggu ini tentang mutasi pejabat eselon II yang justru menimbulkan banyak asumsi dan tafsiran. Kegagalan menjadwalkan penempatan birokrat pada eselon II sesuai dengan UU dan PP yang berlaku justru terjadi. Padahal dalam RPJMD itu dengan tegas diamanahkan bahwa peningkatan kwalitas aparatur daerah dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam upaya mengekselerasi pembangunan tahap kedua. Faktanya masih ada penempatan aparatur sebagai Kepala Dinas justru tidak mempertimbangkan faktor kompetensi dan pengalaman birokrat dalam bidang tugasnya. Imbasnya produktivitas yang tinggi yang menjadi harapan RPJMD justru menjadi sia-sia dan visi, misi dan program Bupati menjadi kian memudar dan jauh dari harapan masyarakat banyak.

Demikian pula dengan target produktivitas yang hendak dicapai dari SKPD yang ada di daerah Junjung Besaoh ini masih belum tergali dan terekploitasi dengan baik. Contohnya apakah kita tahu dengan target dari Dinas Deprindagkop tentang jumlah koperasi dan pasar yang tercapai? Lantas bagaimana dengan target Dinas Pertanian dalam menciptakan sawah-sawah baru bagi para petani? Bagaimana pula dengan DPPKAD dalam mencapai PAD dan pengelolaan keuangan yang berbasis transparan  sehingga WTP yang menjadi simbol dan harkat daeah dalam pengelolaan keuangan dan penyelenggaraan daerah dapat teraih dalam mengeskalasi daerah ini sebagai salah satu penyelenggaraan daerah otonom yang berkwalitas dan berdaya saing dengan daerah lain sehingga eksistensi daerah ini menjadi rujukan daerah lain dan Pemerintah Pusat.

Kalau memang birokrat di daerah Bangka Selatan belum ada yang berkompeten dalam bidang tertentu, mencari birkorat dari daerah lain bukanlah aksi haram. Memaksakan birokrat Bangka Selatan tanpa kompetensi dan pengalaman dalam bidang tugasnya adalah aksi yang sangat membahayakan perjalanan daerah ini. Otonomi daerah bukanlah tempat dan arena bagi-bagi jabatan bagi putra daerah. Otonomi daerah harus melahirkan kesejahteraan bagi rakyat di daerah. Untuk mencapai cita-cita itu para birokrat yang diamanahkan bukan sekedar berpangkat tinggi sebagai prasyarat namun memiliki jiwa membangun untuk rakyat dan empati yang tinggi terhadap kesejahteraan rakyat. Dan ketika Bangka Selatan digelorakan 11 tahun silam, cita-citanya adalah teraihnya kesejahteraan bagi masyarakat bangka Selatan yang berdiam diri dari Pongok hingga Sebagin.

Pada sisi lain harus kita akui DPRD sebagai lembaga yang bukan hanya mampu melahirkan Perda-perda yang pro rakyat dan sistem penganggaran yang berpihak kepada rakyat, namun fungsi inheren yang melekat kepada DPRD dalam melakukan kontrol terhadap kinerja Pemda Bangka Selatan.

Pengawasan DPRD menjadi bagian yang kardinal dalam upaya menciptakan kinerja pemerintahan yang baik melalui para birokrat yang ada di SKPD. Pengontrolan DPRD terhadap biaya perjalanan dinas yang dilakukan SKPD Pemda Bangka Selatan harus terus digelorakan dalam upaya menghasil produk yang mumpuni untuk rakyat sehingga satu rupiah pun anggaran yang dikeluarkan SKPD dalam perjalanan dinas harus dipertanyakan urgensinya terhadap rakyat. Jangan sampai anggaran perjalanan dinas dihabiskan ratusan juta produk yang dihasilkan dari perjalanan dinas dinas SKPD nihil. Apalagi APBD Bangka Selatan 85% masih berasal dari dana perimbangan. Dan dalam RPJMD ditegaskan pemborosan keuangan daerah harus dihindarkan.

Pada sisi lain Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat sebagaiman amant PP 19 tahun 2010 mestinya bisa memberi arahan kepada para Walikota/bupati yang berada dalam wilayah pemerintahannya. Apalagi dalam PP itu diatur tentang pemberian sanksi oleh Gubernur terhadap Bupati?Walikota yang berkinerja buruk. Kalau memang amanat PP 19 tersebut tak dapat dijalankan lebih baik dicabut atau dbatalkan saja daripada cuma sekedar aturan hukum tanpa reaksi nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline