Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Jurnalis MetroTV yang Ternodai...

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Salah satu program media televisi  yang layak dilihat pada minggu malam adalah program Jurnelis di MetroTV. Tayangan bernas dan mencerdaskan yang selalu menggoda untuk ditonton dan disaksikan lewat layar televisi diruang keluarga  ini selalu memberi inspirasi bagi pemirsa dan penyksinya.

Lewat program itu, kita sebagai penonton selalu mendapatkan informasi dan berita-berita aktual yangdikomentari dengan gaya kocak, tidak menggurui dan selalu kritis. Apalagi panelis yang hadir sebagai narasumber adalah bangsawan pikiran bangsa yang selalu mengharmonisasikan komentar dengan gaya khasnya masing-masing. Mulai dari Effendi Gazali, Mbah Tejo, Ridwan Saidi hingga Arswendo Atmowiloto.

Namun ciri khas dan icon Jurnelis MetroTV  terasa hilang ketika minggu malam lalu (26/1) saat panelisnya berasal dari Parpol dan ormas. Program yang sangat kita tunggu sebagai penyaksi justru menjelma menjadi ajang dan wahana apologi bagi para petingginya. Roh Jurnelis pun hilang diterbangkan angin ke ruang udara yang pengap dan hitam mengkental. ditengah derai tangis dan kepedihan derita yang ialami para pengungsi akibat terjangan banjir dan letusan gunung.

Sebagai penyaksi setia Jurnelis, saya pun segera pindah channel dan menyaksikan program lain yang berbobot dan berkwalitas. Toh sebagai penyaksi media kita punya hak prerogatif untuk menentukan pilihan channel media mana yang kita sukai dan saksikan tanpa ada intervensi pihak manapun kecuali hati dan jiwa kita. Buat apa kita sebagai pemirsa menyaksikan program media televisi kalau jiwa kita berontak dan otak serta mata kita menjadi pedih dan sakit? Ujung-ujungnya hanya membuang waktu kita istirahat saja dan tubuh pun bisa merengek dan membenci kita yang memaksakan dirinya menyaksikan program tersebut.

Toh sekali-kali kita harus membiasakan diri kita untuk memberikan kesempatan kepada bagian tubuh kita untuk menolak dari intervensi kita yang terkadang kontradiksi dengan anggota tubuh kita yang saling berkolaborasi dan bersimbiose mutualisme.

Sebagai penikmat program Jurnelis MetroTv saya mulai bertanya dalam hati kenapa program dan tayangan yang selama ini tingkat kualitasnya tinggi dengan narasumber yang berkwalitas tinggi harus hadir dengan narsum yang hanya menjadikan tayangan itu sebagai instrumen untuk saling berapologi demu sebuah pencitraan diri yang semu dan menikam jantung kegelisahan rakyat negeri ini dengan ulah dan aksinya yang santun namun menggiatkan aksi purba korupsi?

Haruskah kita sebagai penonton harus kehilangan senin malam  kita yang menggoda dengan suguhan dan asupan tayangan yang membuat kita jadi antipati dan menjauhi program televisi? Sebagai pemirsa kita punya hak prerogatif yang takkan bisa diintervensi siapapun, termasuk penyedia tayangan dan pemilik media televisi. Kecuali jiwa dan nurani kita sebagai penonton, pemirsa dan penyaksinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline